TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menegaskan bahwa Indonesia harus segera membangun pembangkit listrik tenaga nuklir untuk pengembangan energi guna memenuhi kebutuhan energi 60 ribu megawatt pada 2025.
"Nuclear powerplant harus menjadi pertimbangan yang sangat tinggi," kata Nasir di Jakarta, Selasa.
Nasir menjelaskan, pergeseran tren sumber daya energi yang digunakan oleh negara-negara di seluruh dunia mulai beralih dari minyak dan batu bara menjadi energi baru terbarukan, termasuk nuklir. Dia menjabarkan bagaimana negara Eropa, seperti Prancis, memanfaatkan PLTN sebagai sumber energi bahkan diekspor ke negara lain. Lebih lagi Jerman, yang menutup diri akan pembangunan PLTN, tetap menggunakan energi dari hasil PLTN yang diimpor dari Prancis.
Di Timur Tengah, Nasir melanjutkan, Uni Emirat Arab juga tengah membangun empat PLTN yang akan selesai setiap tahun mulai 2017 hingga 2020. Nasir, yang berbincang dengan Menteri Energi Uni Emirat Arab saat peringatan Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun lalu, menjelaskan bahwa negara dengan penghasil minyak nomor tiga di dunia tersebut akan mengalihkan produksi energi dari minyak ke nuklir.
"Nuklir adalah masa depan kami, minyak untuk anak dan cucu kami," kata Nasir menirukan jawaban Menteri Energi Uni Emirat Arab ketika ditanya mengapa menggunakan nuklir. Arab Saudi, yang mengalami defisit anggaran karena harga minyak dunia anjlok, pun telah mengumumkan penggunaan tenaga nuklir sebagai pengganti minyak pada 2020.
Adapun di Asia, Nasir melanjutkan, selain Jepang yang sudah lama memiliki PLTN, negara tetangga Indonesia, yakni Malaysia, juga sudah berkomitmen membangun reaktor nuklir. "Negara tetangga kita melihat, apabila 2018-2019 Indonesia tidak membangun, dia akan membangun nuclear powerplant di Serawak," tutur Nasir.
Dia menjelaskan, apabila pertimbangan Indonesia tidak membangun PLTN karena keselamatan dan keamanan, pertimbangan tersebut akan percuma karena Malaysia bakal membangun tenaga nuklir di wilayah yang dekat dengan Indonesia. "Pertanyaannya, kalau risiko terjadi bencana, siapa yang kena duluan? Kita (Indonesia)," ucap Nasir.
Dia berkali-kali menekankan bahwa pembangunan PLTN sangat aman dan terkendalikan. Selain itu, produksi energi dari PLTN bisa menekan biaya karena sangat murah.
ANTARA