TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengomentari melemahnya nilai tukar rupiah pada beberapa pekan terakhir ini. Menurut dia, kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang relatif lebih lemah diakibatkan karena adanya sinyal akan dinaikkannya suku bunga acuan Bank Sentral AS atau Fed Rate.
Agus menyatakan sebelumnya terdapat statement yang kuat dari pejabat The Fed yang meyakini bahwa pada bulan Juni-Juli mendatang Fed Rate akan dinaikkan. "Statement itu berdampak pada stabilitas sistem keuangan dunia karena banyak yang merespons," ujar Agus di Kompleks Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu, 25 Mei 2016.
Namun begitu, Agus menyambut baik adanya sinyal bahwa Inggris akan cenderung tetap bertahan di Uni Eropa. Hal itu, menurut dia, menimbulkan kepastian di pasar keuangan. "Di sisi lain, Iran mengambil posisi untuk tidak mau mengurangi jumlah produksinya. Itu berpengaruh juga ke Indonesia," katanya.
Di dalam negeri sendiri, kata Agus, terdapat cukup banyak korporasi yang memerlukan valuta asing untuk melakukan pembayaran dividen pada kuartal II ini. Hal tersebut yang akan menyebabkan aliran dana makin masif ke luar negeri. “Secara umum, ini bersifat sementara. BI akan terus berupaya untuk menjaga rupiah," ujarnya.
Beberapa pekan terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat memang terus melemah. Tadi pagi, kurs rupiah mendekati level Rp 13.600 per dolar AS. Berdasarkan data di situs resmi Bank Indonesia sore ini, kurs tengah rupiah melemah dan mendekati level Rp 13.671 per dolar AS.
ANGELINA ANJAR SAWITRI