TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan menyediakan instrumen Surat Berharga Negara senilai Rp 100 triliun untuk menampung dana hasil repatriasi dari penerapan pengampunan pajak atau tax amnesty. "Sementara ini segitu,” ujar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin, 23 Mei 2016.
Bambang menyatakan, nantinya pengampunan pajak tidak menggunakan bunga tertentu. “Tidak ada (special rate). Mereka hanya membayar uang tebusan. Nanti investasi sesuai dengan keinginan mereka," katanya.
Saat ini, menurut Bambang, tim dari kementeriannya, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan tengah memfinalisasi instrumen serta mekanisme yang akan dipakai untuk menampung dana repatriasi. "Kami juga libatkan perbankan. Perbankan pintu masuknya. Bisa dikembangkan ke saham, SBN, atau instrumen lain," ujarnya.
Kemarin, Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Ahmadi Noor Supit memprediksi pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tax Amnesty molor dari target, yakni 30 Mei 2016. Selain tarif, durasi pemberlakuan tax amnesty juga masih dibicarakan. Bahkan, pembahasan RUU tersebut baru dijadwalkan pada 16 Juni besok.
Anggota Komisi Keuangan DPR Eva Kusuma Sundari sebelumnya mengatakan bahwa skema tarif tax amnesty dalam RUU tersebut akan naik. Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengatakan keputusan tersebut merupakan hasil rapat kabinet terbatas belum lama ini.
Menurut Eva, kenaikan tarif tax amnesty akan lebih baik daripada rancangan awal, yakni 1-3 persen untuk repatriasi dan 2-6 persen untuk tebusan. Dengan kenaikan tarif itu, pemerintah diharapkan bisa memulangkan banyak dana yang disebut-sebut berpotensi mendatangkan pemasukan negara lebih dari Rp 11.400 triliun.
ANGELINA ANJAR SAWITRI