TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan produktivitas sektor pertanian dibandingkan dengan sektor ekonomi lain cukup rendah. Hal itu, menurut dia, dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) triwulan I 2016 yang hanya sebesar 13,6 persen. Selain itu, sektor pertanian memerlukan lahan yang besar.
Namun, menurut Kalla, dengan semakin tingginya pertumbuhan penduduk, lahan pertanian semakin sempit. "Padahal kita butuh makanan yang lebih banyak dengan semakin banyaknya penduduk. Akhirnya impor," kata Kalla dalam peluncuran program Skema Inovasi Rantai Nilai Sektor Agro di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Senin, 23 Mei 2016.
Kalla menilai solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut adalah meningkatkan produktivitas petani. "Karena tidak mungkin kita membuat sawah lagi. Kita juga sudah berjanji tidak mengurangi lahan hutan dengan moratorium," ujar Kalla.
Untuk meningkatkan produktivitas, menurut Kalla, petani harus diberi insentif. Selain itu, petani perlu mendapatkan layanan keuangan yang adil. Dia pun mendukung upaya Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), serta Partnership for Indonesia's Sustainable AgricuLture (PISAgro) dalam program Skema Inovasi Rantai Nilai.
Inti dari peningkatan sektor pertanian, kata Kalla, adalah kemajuan teknologi. Agar sektor agro meningkat, dibutuhkan bibit, pupuk, serta sumber daya manusia, yakni petani, yang berkualitas. "Semua itu diiringi dengan pembiayaan yang baik. Kita harus menggerakkan pemerintah daerah, pengusaha, dan juga bank untuk mendukung itu semua," tuturnya.
Hingga 2020, pemerintah akan menerapkan Skema Inovasi Rantai Nilai. Skema tersebut ditargetkan dapat menjangkau satu juta petani dari berbagai komoditas sektor agro dengan luas area mencapai 2 juta hektare. Tahun ini, program tersebut telah berhasil menjangkau lebih dari 445 ribu petani dengan luas area mencapai lebih dari 350 ribu hektare.
ANGELINA ANJAR SAWITRI