TEMPO.CO, Jakarta - Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menolak rencana pemerintah mengimpor 381 ribu ton gula mentah (raw sugar) melalui badan usaha milik negara. Sebab, proyeksi kekurangan produksi gula tahun ini belum jelas. "Perkiraan produksi gula secara riil baru diketahui saat puncak musim giling atau sekitar Agustus," tutur Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen, Senin, 23 Mei 2016.
Apalagi, pada awal 2016, telah ada impor 200 ribu ton gula mentah melalui PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). "Kami khawatir stok gula tahun 2016 melebihi kebutuhan dan, dampaknya, harga gula turun," katanya. Saat ini, harga pokok pembelian (HPP) gula di tingkat petani Rp 10.500 per kilogram.
Menurut dia, kebijakan impor gula mentah dengan alasan kompensasi agar PTPN dan PT RNI bisa menjamin rendemen minimal 8,5 persen merupakan kebijakan instan dan tidak mendidik. Apalagi rendemen rendah terjadi karena pabrik gula tidak efisien.
Keuntungan dari hasil mengolah gula mentah bagi pabrik gula yang tidak efisien, kata Soemitro, akan habis untuk menjamin rendemen pada petani. Tidak mungkin ada keuntungan yang bisa dimanfaatkan untuk revitalisasi. "Pada prinsipnya, kami para petani sangat mendukung jaminan rendemen 8,5 persen, tapi tanpa embel-embel kompensasi impor," ucapnya.
Sebelumnya, pemerintah akan mengimpor 381 ribu ton gula mentah (raw sugar) melalui PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X). Gula mentah itu nantinya akan diolah menjadi gula kristal putih (GKP) di pabrik gula milik BUMN perkebunan.
Hal itu merupakan hasil rapat koordinasi terbatas, yang dipimpin Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pada 29 April 2016. Sebagai tindak lanjut, Menteri BUMN telah meneken surat bernomor S-289/MBU/05/2016 pada 12 Mei 2016 mengenai impor raw sugar tahun 2016.
Isinya, ada enam pabrik gula yang mendapat jatah impor raw sugar kali ini. Keenamnya adalah PTPN IX yang mendapat jatah 41 ribu ton, PTPN X 115 ribu ton, PTPN XI 100 ribu ton, PTPN XII 25 ribu ton, PT PG Rajawali I 48 ribu ton, dan PT PG Rajawali II 52 ribu ton.
Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro mengatakan impor tersebut diberikan pada BUMN perkebunan sebagai insentif untuk peningkatan rendemen pabrik gula dari rata-rata 8 persen menjadi 8,5 persen. "BUMN gula berharap diberi kesempatan untuk impor raw sugar dalam rangka memenuhi kebutuhan gula konsumsi dalam negeri," katanya.
PINGIT ARIA