TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo memperkirakan keputusan Inggris tetap bertahan atau keluar dari organisasi kawasan Uni Eropa (British Exit atau Brexit) bakal memicu gejolak perekonomian global. Hal itu juga menjadi sentimen yang mempengaruhi, selain kenaikan tingkat suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed Rate).
Agus menyebutkan bukan hanya dampak yang timbul melalui jalur perdagangan kelak akibat keputusan Inggris tersebut yang dikhawatirkan bank sentral. “Melainkan dampak di jalur keuangan,” ucap Agus di gedung BI, Jumat, 20 Mei 2016. “Hal itulah yang perlu kita diwaspadai.”
Pada minggu terakhir Juni ini, ujar Agus, akan ada referendum. “Dan itu bisa mempengaruhi pound sterling,” tuturnya. Kalaupun tidak terjadi Brexit, hal itu juga tetap akan berperan pada nilai tukar pound sterling. Pasalnya, mata uang ini termasuk yang kuat di dunia. Dengan begitu, apa pun hasil referendum akan berpengaruh pada pound sterling.
Sebelumnya, Menteri Inggris Jo Johnson mengatakan, apabila terjadi Brexit, posisi dominan London sebagai pusat keuangan dunia akan berada di bawah ancaman. Selain itu, pusat keuangan Uni Eropa lain akan menggantikan posisi London.
London mendominasi pasar valuta asing senilai US$ 5,3 triliun per hari, dan ini merupakan pusat keuangan paling penting di Uni Eropa dan menyaingi New York sebagai ibu kota keuangan dunia. Johnson menyatakan suara dukungan untuk Brexit akan merusak pound sterling, mempengaruhi tingkat suku bunga, dan menggerus dinamisme yang selama ini telah membuat London sebagai pusat jasa keuangan Uni Eropa.
BAGUS PRASETIYO | ANTARA