TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengklaim saat ini jumlah kapal lokal yang melaut di perairan Bitung, Sulawesi Utara lebih banyak dibanding sebelumnya. "Sekarang kapar ikan lokal sudah mendominasi perairan Bitung," kata Menteri Susi secara tertulis pada Sabtu, 14 Mei 2016.
Susi menjelaskan laju produksi perikanan di Kabupaten Bitung meningkat. Kata dia, tangkapan meningkat 17 persen per trip atau mnejadi 2.061 kapal ikan lokal dengan melibatkan 28.843 nelayan.
Dampak positif lainnya adalah meningkatnya Nilai Tukar Nelayan (NTN) di provinsi Sulawesi Utara. Menurut data Badan Pusat Stastistik (2015), NTN di Bitung meningkat dari 109,40 pada 2014 menjadi 111,42 pada 2015. Pemerintah berharap tangkapan tersebut dapat seratus persen diperuntukkan bagi usaha dalam negeri.
“Kami berusaha mengawal semaksimal mungkin perikanan," kata dia. Menurut Susi, nelayan harus Berjaya di lautnya sendiri. Jumlah kapal lokal harus mendominasi. "Jika kapal lokal mendominasi, produktivitas nelayan meningkat. Hasil tangkapan bisa dijual atau disuplai ke pabrik."
Menurut dia, sebelumnya produksi perikanan tangkap di Bitung tercatat hanya 111.316 ton. Jumlah ini sangat rendah jika dibandingkan dengan kapasitas penangkapan ikan yang didominasi oleh kapal penangkap ikan eks asing dengan rata-rata 190 GT.
Sedangkan potensi produksi yang tidak tercatat dari 95 kapal ikan eks asing selama 2014 sekitar 60.269 ton atau senilai Rp. 3,013 triliun. Selain itu, tercatat telah terjadi penyimpangan penggunaan BBM bersubsidi oleh kapal-kapal eks asing sebesar Rp 189 miliar pada 2014.
Menteri Susi menjelaskan turunnya produksi perikanan pada Unit Pengolahan Ikan (UPI) tahun 2014 di Bitung, tercatat sebanyak 53 unit dengan total kapasitas terpasang sebesar 361.200 ton per tahun. Utilitas 41,86 persen bahan baku dipasok dari Bitung, Manado dan Gorontalo. Sementara untuk 2015, tercatat sebanyak 54 UPI mengalami penurunan utilitas menjadi 22,53 persen yang disebabkan berkurangnya pasokan bahan baku.
“Ini sebenarnya konsekuensi dari tidak beroperasinya lagi kapal penangkapan ikan eks asing, dimana 54.223 ton atau 36 persen bahan baku UPI bergantung pada perusahaan penangkapan ikan eks asing." Hal itulah yang menyebabkan UPI melakukan pengurangan jumlah hari operasi dan penyesuaian kebutuhan tenaga kerja, terutama tenaga kerja borongan, bukan tenaga kerja tetap.
Turunnya produksi olahan UPI akhirnya berujung pada turunnya volume ekspor sebesar 37,68 persen. Sebelumnya ekspor dari 31.007 ton pada 2014 menjadi 19.323 ton pada 2015. Sementara untuk nilai ekspor, turun sebesar 22,45 persen yakni dari US$ 125.883.438 menjadi US$ 97.579.417 atau turun sebesar Rp. 367,3 miliar.
Saat ini, KKP sedang mempersiapkan pengaturan kapal penyangga untuk mengangkut hasil tangkapan. Hal ini dilakukan agar mendongkrak ketersediaan bahan baku untuk UPI. Rencananya, pengaturan kapal penyangga dari fishing ground ke pelabuhan dengan bekerjasama dengan BUMN Perikanan yakni Perum Perindo untuk memenuhi kebutuhan.
KKP juga memberikan sejumlah bantuan senilai Rp. 14,5 Milyar untuk mendukung aktivitas kelautan dan perikanan di kota Bitung. Susi berharap bantuan ini dapat menjadi angin segar bagi nelayan dan dapat dimanfaatkan untuk mendorong produktivitas dalam menggerakkan perekonomian usaha nelayan.
AVIT HIDAYAT