TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan permasalahan yang dihadapi Perum Bulog adalah soal ketersediaan bahan pangan. Sebab, Bulog saat ini menghadapi populasi penduduk yang semakin meningkat di tengah luas lahan yang menyempit. "Bulog bukan masalah kompeten atau tidak, tapi apakah ada ketersediaan atau tidak," ucap Kalla dalam ulang tahun Bulog ke-49, Selasa, 10 Mei 2016, di Jakarta.
Bulog didirikan pada 1967, saat jumlah penduduk 150 juta jiwa. Kini jumlah penduduk sudah berlipat menjadi sekitar 250 juta jiwa. Fakta ini membuat sulit membandingkan kehebatan Bulog saat awal didirikan dengan sekarang. "Karena orang yang diurus berbeda atau lebih banyak. Di sisi lain, sawah makin berkurang," ujar Kalla.
Makin bertambahnya penduduk yang diiringi menyempitnya luas lahan adalah penyebab masalah di bidang pangan. Demikian juga distribusi tidak lepas dari masalah suplai. Untuk kasus Indonesia, persoalan distribusi ini ditambah dengan kenyataan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Ini membuat sistem logistik di Indonesia lebih rumit dibanding sistem logistik di negara kontinental, seperti Malaysia dan Thailand.
Baca Juga: Wapres JK: Jelang Puasa dan Lebaran Stok Beras Bulog Aman
Dengan kebijakan pemerintah yang hampir sama di semua negara, tutur Kalla, bahan pokok harus dikontrol. Ini untuk menyeimbangkan kepentingan konsumen dan produsen, juga menjaga keseimbangan antara orang mampu dan tidak mampu. Apalagi ada perbedaan karakter antara orang mampu dan tidak mampu dalam mengkonsumsi barang kebutuhan pokok.
Orang mampu, kata Kalla, adalah orang yang proporsi konsumsinya 20 persen dari pendapatan. Sedangkan orang tidak mampu, seperti buruh, proporsi pendapatan yang digunakan untuk konsumsi mencapai 60 persen. "Maka, ketika harga pangan naik, akan menjadi masalah."
Karena itulah, ucap Kalla, pemerintah menetapkan batasan-batasan harga bawah untuk menciptakan keseimbangan. Meski demikian, kenyataannya adalah petani sebagai produsen tidak pernah bisa makmur, karena pendapatan petani dari padi tidak pernah lebih tinggi daripada upah minimum provinsi, malah lebih rendah ketimbang UMP. Tapi, begitu harga dinaikkan, konsumen sulit, karena harga mahal.
Simak: Data Panama Papers Bisa Diakses Langsung oleh Publik
Solusi itu semua, ujar Kalla, adalah teknologi. Penerapan teknologi dalam bidang pangan akan meningkatkan produktivitas petani. Biaya yang dihasilkan juga akan lebih efisien. "Intinya ialah masuknya teknologi bioteknologi ke pertanian dan distribusi yang baik untuk menciptakan keseimbangan itu. Di sinilah kuncinya."
AMIRULLAH