TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan utang negara ada pada kisaran 26-27 persen dari gross domestic product (GDP). Angka tersebut sejumlah Rp 3.271,82 triliun dari Rp 2.845 triliun. “Seperti yang lalu-lalu, memang ada kenaikan (utang) dari tahun ke tahun,” ujar Darmin di kantornya, Selasa, 10 Mei 2016.
Darmin mengatakan utang tersebut masih terkendali. Namun pemerintah tak akan berupaya mengurangi utang tersebut. Presiden Joko Widodo, ucap Darmin, meminta para menteri bidang ekonomi untuk menghitung secara teliti bunga dan cicilannya.
“Harus diperhatikan betul agar tak mengurangi ruang fiskal ke depan,” kata bekas Gubernur Bank Indonesia itu. Setidaknya, kata Darmin, pemerintah bisa sedikit lega lantaran mayoritas utang berbentuk rupiah ketimbang dolar Amerika Serikat. Sebab, asing bisa turut serta membeli obligasi negara yang rutin dikeluarkan Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Pemerintah Tawarkan 5 Seri SUN, Targetkan Rp18 Triliun
Selain menjaga laju utang, menurut Darmin, pemerintah sedang berfokus dalam mengatur pengeluaran dan penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pengeluaran negara saat ini baru 28 persen dari APBN Rp 2.000 triliun. Sedangkan penerimaan baru sebesar 23 persen dari Rp 1.822 triliun. “Penerimaan saat ini bahkan lebih lemah dari tahun lalu. Ini karena area perpajakan berbeda-beda kebijakannya,” tutur Darmin.
Data Kementerian Keuangan mencatat, hingga 31 Maret 2016, penerimaan negara sebesar Rp 247,5 triliun, melemah Rp 36,3 triliun. Untungnya, belanja negara, meskipun lebih besar dari tahun lalu, tak sebesar yang diharapkan pada angka Rp 390,9 triliun dari Rp 367,7 triliun.
Simak: BPS: Usaha Kecil di Yogyakarta Tumbuh, Pengangguran Turun
Terus melemahnya penerimaan akan membuat defisit anggaran negara semakin melebar dan mempersempit ruang fiskal negara. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro tak menampik penerimaan akan terganggu, terlebih jika Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak belum diketuk. “Tapi masih aman (defisit anggaran kuartal I 2016 sebesar Rp 143,3 triliun,” ucap Bambang.
ANDI IBNU