TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian menyatakan produksi beras pada 2015 mengalami surplus. Data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1 Maret 2016 menyebutkan Angka Sementara produksi padi 2015 sebesar 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 6,37 persen dibanding 2014.
"Validitas data surplus beras dapat dikonfirmasi dari survei Sucofindo dan survei BPS, yakni stok beras sebanyak 8-10 juta ton tersebar di Bulog dan masyarakat," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian Suwandi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 7 Mei 2016.
Hasil survei tersebut memerinci stok di produsen sebanyak 64-81 persen, di penggilingan dan pedagang 9-24 persen, dan di konsumen 9-11 persen. Stok di konsumen mencakup rumah tangga, industri pangan, hotel, restoran, katering, dan lainnya.
Suwandi menambahkan, keberadaan stok di produsen terkonfirmasi data sensus pertanian BPS 2013. Data itu menyebutkan, dari 14,3 juta rumah tangga petani padi, terdapat 37,6 persen yang tidak menjual gabah/beras hasil padinya—biasanya untuk disimpan dan dikonsumsi sendiri; 54,9 persen menjual sebagian hasilnya; dan 7,6 persen sisanya menjual semua hasil usahanya.
Fakta stok melimpah di pedagang terbukti saat musim paceklik Januari-Februari 2016. Menurut Suwandi, surplus beras terjadi di Pasar Induk Beras Cipinang dan pasar sentra beras lain, yaitu pada Januari-Februari 2016 stok naik di atas 100 persen dibanding periode yang sama 2015, diikuti turunnya harga beras di pasar menjelang panen raya padi Maret-Mei 2016.
"Anomali ini terjadi karena perilaku pasar dengan indikasi menahan stok di saat paceklik dengan harapan harga naik tinggi, selanjutnya melepas ke pasar untuk menghindari turunnya harga memasuki panen raya," tutur Suwandi.
Pernyataan Suwandi ini sekaligus sebagai jawaban atas keraguan Maria Monica Wihardja, poverty analyst dari Bank Dunia, yang mempertanyakan surplus beras Kementerian Pertanian.
EGI ADYATAMA