TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Oesman Sapta Odang menyatakan dukungannya atas penerapan pengampunan pajak atau tax amnesty oleh pemerintah. Menurut politikus dari Partai Golkar itu, dengan tax amnesty, dana dari luar negeri dapat direpatriasi ke Indonesia.
Oesman menambahkan, demikian juga dengan pelaporan kepemilikannya atau deklarasi dana. Dengan tax amnesty, prinsip perekonomian mandiri dapat terwujud. "Hal itu akan berdampak pada terwujudnya kesejahteraan sosial," ujarnya dalam diskusi Tax Corner Ikatan Akuntan Indonesia di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Selasa, 3 Mei 2016.
Menurut Oesman, masuknya dana dalam jumlah besar dari luar negeri akan mendorong berbagai pembangunan proyek infrastruktur yang mampu menggerakkan perekonomian nasional. Pendapatan negara semakin bergantung pada penerimaan pajak. "Sayangnya, tax ratio masih rendah karena rendahnya kepatuhan dan adanya penghindaran pajak," ucapnya.
Baca Juga: Ini Keuntungan Jika UU Tax Amnesty Diterapkan
Selain itu, dana yang diparkir di luar negeri cukup besar. Dana itu, menurut Oesman, kerap disembunyikan, baik asal-usul maupun kepemilikannya. "Berkaca dari situ, diperlukan kebijakan terobosan di bidang pajak, salah satunya tax amnesty."
Namun, Oesman menilai, pemerintah dan DPR perlu memikirkan besaran tarif tebusan bagi wajib pajak yang turut serta dalam tax amnesty. "Harus dipikirkan sisi kepentingan pemilik uang agar mereka mau melaporkan dan memanfaatkan uangnya untuk kepentingan bangsa dan negara," tuturnya.
Simak: Menko Darmin: Inflasi Nasional Bergerak ke Angka 4 Persen
Oesman menyarankan pemerintah menerapkan 5S dalam kebijakan tax amnesty, yakni strategi, struktur, sistem, keterampilan, dan kecepatan. "Yang paling penting sistemnya harus ditingkatkan dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Juga harus ada target."
Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty saat ini masih dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Pembahasan RUU tersebut diprediksi baru rampung pada Mei mendatang. Presiden Joko Widodo sudah menyiapkan skema lain jika beleid itu mentok, yakni melalui peraturan pemerintah.
ANGELINA ANJAR SAWITRI