TEMPO.CO, Jakarta - Penerapan standar pelayanan kepelabuhanan guna menghindari demurrage akan digenjot di empat pelabuhan utama a.l. Pelabuhan Tanjung Priok, Pelabuhan Belawan, Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Makassar.
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengungkapkan target menekan biaya demurrage yang dikenakan terhadap pengguna jasa pelabuhan oleh perusahaan pelayaran akibat standar pelayanan pelabuhan yang kurang baik harus dihilangkan.
“Kalau Pak Menko Perekonomian untuk demurrage itu targetnya empat pelabuhan besar dulu,” ujarnya, Kamis (31 Maret 2016).
Dia menambahkan empat pelabuhan utama dipilih karena 80% arus atau volume barang masuk ke dalam negeri melewati pelabuhan ini. Menurutnya, upaya menekan demurrage merupakan solusi bagi keinginan Presiden Joko Widodo untuk menurunkan biaya logistik di Indonesia.
Nantinya, target ini akan disesuaikan dengan target mengintegrasikan sistem Inaportnet dengan sistem pelayanan kepelabuhanan yang dimiliki oleh PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I-IV. “Saya maunya pada akhir April ini harus selesai di seluruh pelabuhan terutama pelabuhan internasional,” tegasnya.
Jika operator pelabuhan tidak bisa mengintegrasikan pelayanannya ke dalam sistem online Inaportnet, dia memastikan pemotongan THC akan ditegakkan.
Tidak hanya itu, dia mengancam siapapun di jajarannya yang tidak mampu dan tidak mendukung penegakan standar pelayanan kepelabuhanan dan Inaportnet akan dibebastugaskan.
Terkait dengan demurrage, Direktur Namarine Institute Siswanto Rusdi mengatakan biaya ini muncul karena para pihak yang ada di dalam B/L (bill of lading) salah satunya tidak dapat menjalankan pekerjaan seperti yang tertera dalam kesepakatan.
Kesepakatan tersebut bersifat business-to-business (b-to-b) sehingga akan membuat bisnis transportasi laut nasional menjadi tertalu diatur pemerintah
“Jika ini mau diatur oleh pemerintah, ini jelas satu praktek yang tidak lazim dalam angkutan laut. Dan, inilah yang akan membuat bisnis transportasi laut nasional menjadi highly regulated,” paparnya.
Pada giliran selanjutnya, dia mengkhawatirkan langkah ini akan memicu biaya yang tidak perlu. Selama ini, biaya-biaya di pelabuhan merupakan hasil kesepakatan di antara para pihak yang terlibat bisnis di sana.
Artinya, ini bersifat business-to-business, sehingga dia menilai keterlibatan pemerintah sedapat mungkin dibatasi agar tidak terjadi kondisi highly regulated yang tidak perlu.
Selama ini, dia mencontohkan biaya bongkar muat di pelabuhan ditetapkan melalui kesepakatan antara Pelindo dan INSA, Ginsi, ALFI, GPEI dan Dewan Pelabuhan (Tanjung Priok).
Artinya, Pelindo mengusulkan tarif lalu disetujui oleh kelima asosiasi tadi. Lalu, lanjutnya, kesepakatan itu dibawa ke Menhub untuk mendapatkan persetujuan.
“Yang namanya persetujuan, bisa disetujui usulan tersebut bisa juga tidak. Jika tidak, para pihak kembali menghitung kesepakatan mereka. Menhub tidak bisa dengan seenaknya menetapkan biaya bongkar muat,” ujarnya.
Namun, dia menambahkan Menhub tetap bisa mengatur harga sejauh itu terkait dengan kepentingan publik. Sayangnya, biaya bongkar muat peti kemas bukan kepentingan publik.