TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Transportasi Indonesia menyatakan penurunan harga bahan bakar minyak tak akan membuat pengusaha angkutan umum memangkas tarif. Musababnya, formula penghitungan biaya operasional kendaraan dinilai belum menguntungkan para pengusaha.
“Formula saat ini belum memasukkan beberapa perhitungan, seperti penetapan gaji awak bus sesuai dengan angka hidup layak dan beban pajak bagi pengelola yang sudah berbadan hukum,” ujar Wakil Ketua Bidang Riset dan Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijawarno, dalam keterangan tertulis, Kamis, 31 Maret 2016. Adapun komposisi bahan bakar dalam penyusunan tarif, menurut dia, cukup besar, yaitu 40 persen.
Baca Juga: Harga BBM Turun, YLKI Minta Pemerintah Perbaiki Distribusi
Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meminta tarif transportasi turun 3 persen. Permintaan ini disampaikan seiring dengan penurunan harga bahan bakar jenis Premium dan solar. Untuk melancarkan rencana itu, Jonan berencana berkirim surat kepada para kepala daerah.
Menurut Djoko, jika didasari asumsi lama penghitungan BOK, tarif bus besar hanya Rp 147,61 per seat kilometer. Namun, jika digunakan usulan revisi, tarifnya bisa naik Rp 352,97 per seat kilometer. “Formulanya harus direvisi karena dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini.”
Jika tak ada revisi formula, keberadaan kendaraan umum akan semakin terdesak. Bahkan, andai kondisi ini tetap berlanjut, Djoko memprediksi dalam lima tahun ke depan angkutan umum di perkotaan akan hilang. Padahal pemerintah menginginkan ada perpindahan pengguna kendaraan pribadi menuju angkutan umum.
FAIZ NASHRILLAH