TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menyoroti reaksi negatif publik terhadap sejumlah proyek pembangunan yang menjadi prioritas pemerintah. Padahal Indonesia harus melakukan percepatan pembangunan agar tidak tertinggal oleh negara lain.
Jokowi mencontohkan proyek kereta cepat. Menurut dia, proyek ini dibangun untuk meningkatkan mobilitas masyarakat, tapi penolakan justru muncul. "Di Cina, delapan tahun bisa bangun 2.000 kilometer kereta cepat. Kita baru mau bangun 150 kilometer ramainya kayak begitu," ucap Jokowi saat menghadiri dialog publik Ikatan Sarjana Ekonomi (ISEI) Indonesia di Balai Kartini, Rabu, 30 Maret 2016.
Presiden mengatakan kereta cepat dibangun karena kemacetan menyebabkan negara merugi Rp 35 triliun tiap tahun. "Rp 35 triliun itu hanya kemacetan di Jakarta dan Bandung. Itu hilang karena kemacetan. Perhitungan makronya kan seperti ini," ujarnya.
Pada era kompetisi seperti sekarang, tutur dia, Indonesia seharusnya mengejar ketertinggalan dari negara lain, seperti Cina. Ia mencontohkan, jalan tol yang ada di Cina sudah 65 ribu kilometer. Sedangkan di Indonesia hingga kini baru ada 840 kilometer jalan tol. "Kita beri target lima tahun 1.100 kilometer saja banyak yang tidak percaya," katanya.
Jokowi menekankan bahwa Indonesia memerlukan kecepatan dalam bertindak. Fokus pemerintah saat ini, ucap dia, adalah deregulasi dan pembangunan infrastruktur. Tanpa kecepatan, Jokowi meyakini Indonesia akan makin tertinggal oleh negara-negara lain di ASEAN dan Asia.
Baca Juga:
Dalam pidatonya di acara ISEI, Presiden juga sempat menyinggung mengenai era keterbukaan dan kompetisi, percepatan pembangunan infrastruktur, serta dwelling time. Dalam acara tersebut, Jokowi didampingi sejumlah menteri, yaitu Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Perindustrian Saleh Husin, dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti.
ANANDA TERESIA