TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan yang semula mengerjakan jalan tol Jakarta Outer Ring Road (JORR) Pondok Pinang-Jagorawi, PT Marga Nurindo Bhakti, menolak upaya jaksa mengeksekusi putusan Mahkamah Agung pada 16 Maret 2016 lalu.
Kuasa hukum PT MNB, Hamdan Zoelva, menjelaskan eksekusi tersebut berpotensi menghadirkan double execution terhadap putusan MA yang sama. Pasalnya, surat putusan tersebut juga mewajibkan PT MNB menyerahkan hak pengelolaan konsesi jalan tol JORR "S" Pondok Pinang-Jagorawi kepada PT Hutama Karya.
"Memang betul MNB memiliki utang sebagai Rp 1 triliun. Pada 1998, ada masalah ekonomi sehingga sisa (utang) 500 miliar dianggap default outstanding oleh BNI (kreditor) lalu diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)," kata Hamdan pada konferensi pers di Hotel Akmani Jakarta, Selasa, 29 Maret 2016.
Hamdan menuturkan sebenarnya MNB berencana membayar pelunasan utang tersebut kalau saja pengelolaan jalan tol tidak diambil alih PT Hutama Karya pada 2001. "Padahal outstanding (sisa utang--) itu masih ada dan diakui," kata dia.
Menurut dia, utang tersebut menjadi kewajiban PT. MNB apabila aset JORR dikembalikan pada PT. MNB sebagai pihak yang berhak atas konsesi itu. Barang sitaan itu, kata dia, seharusnya dikembalikan ke MNB. Pengembalian sitaan ini, kata dia, diperkuat lagi dengan putusan MA Nomor 720 K/Pid/2001 dan eksekusi Kejaksaan Agung pada 2013. "Pengelolaan Jasa Marga sampai terakhir ini tidak memiliki dasar hukum," kata dia.
Hamdan juga membantah PT. MNB mendapatkan kredit sebesar Rp 2,5 triliun dari BNI untuk pembangunan jalan tol tersebut. Realisasi pembangunan tersebut, kata dia, hanya butuh Rp 1 triliun. "Kami tidak tahu di mana utang Rp 2,5 triliun. MNB tidak pernah berutang. MNB tidak tahu. Kami hanya mengakui sisa utang sebesar Rp 516 miliar," kata Hamdan.
Hamdan Zoelva mengatakan kliennya telah memyelesaikan pembayaran utang hampir Rp 500 miliar pada periode 1995-1998.
ARKHELAUS W.