TEMPO.CO, BOAO - Menjadi salah satu peserta BOAO Forum for Asia, Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla menyampaikan sejumlah pandangannya tentang kondisi ekonomi negara-negara Asia. Salah satu hal yang ia nyatakan adalah kesenjagan ekonomi dan politik antarnegara-negara Asia masih kentara.
"Di bidang pengembangan ekonomi, Asia Timur dan Tenggara dalam kondisi yang lebih baik. Kedua wilayah tersebut secara konsisten tumbuh dengan cepat dibanding bagian-bagian Asia lainnya," ujar Kalla saat membacakan pidatonya di BOAO, Cina, Kamis, 24 Maret 2016.
Kalla melanjutkan, perbedaan dalam hal pertumbuhan ekonomi itu tidak ia maknai buruk. Sebaliknya, prestasi Asia Timur dan Tenggara tersebut bisa dilanjutkan menjadi upaya promosi kerja sama bidang ekonomi di Asia dan upaya menjaga stabilitas regional.
Baca: Jokowi Pilih Blok Masela Onshore, Ini Komentar Rizal Ramli
Menurut Kalla, salah satu bentuk kerja sama yang bisa dibangun adalah dalam hal berbagi sumber daya, tak terkecuali sumber daya finansial. "Asian Infrastructure Investment Bank dan Asian Development Bank bisa memfasilitasi kolaborasi seperti itu," ucapnya.
Selain itu, bisa dengan mendorong negara-negara Asia bergabung ke blok perdagangan bebas, seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) atau ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). Blok perdagangan bebas akan menghapuskan tarif perdagangan di negara-negara yang menjadi anggotanya serta memberi kesempatan untuk bersaing demi mempercepat pertumbuhan ekonomi.
"Sudut pandang nasionalis untuk menjaga bisnis lokal harus disingkirkan. Sudut pandang tersebut mungkin menguntungkan untuk jangka pendek, tapi sudah pasti gagal untuk jangka panjang," ujar Kalla.
Baca Juga: Menteri Puan Beri Santunan Kecelakaan Kerja Rp 3,5 Miliar
Sementara itu, mengacu pada laporan analisis ekonomi yang dikeluarkan lembaga investasi Moody's, negara-negara di Asia Tenggara akan menghadapi berbagai tantangan ekonomi di tahun 2016 dan 2017.
"Prospek pertumbuhan melalui ekspor di Asia Tenggara akan lemah di tahun 2016 dan 2017. Sementara itu, negara yang bergerak berdasarkan domestic demand akan sedikit lebih baik kondisinya," ucap analis Mood's, Rahul Ghoush, dalam analisis Moody's yang berjudul “Inside ASEAN”.
Ghoush menjelaskan, prospek pertumbuhan ekonomi melalui ekspor akan lemah karena global demand pun tengah menurun. Hal tersebut tak terkecuali di bidang investasi. "Moody's memperkirakan GDP negara G20 akan tumbuh 2,6 persen di tahun 2016 dan 2,9 persen di tahun 2017 akibat kondisi ini," ucap Rahul Ghoush.
ISTMAN MP | MOODY'S