TEMPO.CO, Kediri - Suara takbir pecah saat puluhan petugas keamanan PT Kereta Api Indonesia menghancurkan bangunan warung di depan Stasiun Kediri. Para pemilik kios hanya bisa meratapi tempat mencari nafkah mereka rata dengan tanah.
Penghancuran warung-warung di lokasi parkir Stasiun Kediri ini dilakukan petugas keamanan Daerah Operasi VII Madiun PT KAI siang tadi menyusul sengketa penertiban aset PT KAI dengan warga sejak tahun 2014. Dengan dikawal puluhan anggota Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian Resor Kota Kediri, sejumlah pekerja merobohkan bangunan warung menggunakan linggis dan palu godam.
"Ini jalan terakhir setelah semua upaya komunikasi dengan pedagang buntu," kata Supriyanto, juru bicara Daop VII Madiun di lokasi, Rabu, 23 Maret 2016.
Penertiban aset milik PT KAI ini, menurut Supriyanto, merupakan instruksi Kementerian BUMN atas supervisi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi. Sebab, selama ini masih banyak aset negara yang tak jelas peruntukannya, termasuk aset lahan milik PT KAI yang dikuasai pedagang sebagai warung. Karena itu, satu per satu aset milik PT KAI mulai ditarik dari penguasaan masyarakat untuk diatur kembali secara lebih profesional.
Salah satunya merobohkan warung-warung milik warga yang berdiri di areal Stasiun Kediri hari ini meski sempat diwarnai aksi unjuk rasa dan pengajian oleh komunitas tukang becak, pedagang, dan tukang ojek Stasiun Kediri. Penghancuran ini pun diklaim telah melalui beberapa kali proses negosiasi yang meminta pemilik warung mengosongkan lapak mereka sebelum dibongkar paksa.
Para pedagang hanya bisa mengumandangkan takbir saat petugas mulai menghancurkan bangunan warung yang masih ditempati pedagang. Barang perabotan mereka dikeluarkan di depan warung sebelum seluruh bangunannya dihancurkan dengan godam. "Mohon lemari dan perabot saya jangan dihancurkan Pak," kata seorang perempuan usia lanjut saat belasan pekerja merobohkan warungnya.
Menurut Supriyanto, pembersihan ini akan terus dilakukan di semua kawasan stasiun di wilayah Daop VII. Saat ini terdapat lebih-kurang 40 persen aset PT KAI yang bermasalah karena dalam penguasaan warga.
Dia mengklaim telah menawarkan sejumlah solusi kepada para warga, mulai penyediaan kios baru yang lebih tertata hingga penggunaan dana corporate social responsibility (CSR) PT KAI kepada masyarakat sekitar stasiun.
Pernyataan itu dibantah Koordinator Bosta, Nowo Doso Saminoharjo, yang menuduh PT KAI berbohong. Sebab, faktanya masyarakat justru berunjuk rasa meminta program CSR kepada PT KAI yang tak pernah dilakukan.
Selain itu, solusi penawaran kios baru tak masuk akal karena hanya tersedia satu unit saja. Selama ini mereka juga menempati warung tak gratis karena harus menyerahkan mahar Rp 3 juta per tahun kepada pegawai stasiun. “Jumlah pedagang di sini banyak, sedangkan kios baru yang disediakan hanya satu,” protes Nowo.
HARI TRI WASONO