TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Kebijakan Moneter Bank Indonesia Yudha Agung mengatakan, fokus BI ke depan setelah diturunkannya tingkat suku bunga acuan (BI Rate) ke level 6,75 persen adalah mengefektifkan transmisi kebijakan moneter. Sejak Januari lalu, BI memang telah menurunkan BI Rate tiga kali, yakni sebanyak 75 basis poin (bps).
Menurut Yudha, giro wajib minimum (GWM) juga telah diturunkan 150 bps sejak Desember 2015. Transmisi sudah berjalan, namun belum terlalu kuat. "Penurunan suku bunga deposito baru 7 bps dan suku bunga kredit baru 4 bps," katanya usai pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur BI di Gedung Thamrin, Kompleks Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis, 17 Maret 2016.
Untuk itu, bank sentral akan mengefektifkan transmisi kebijakan moneter melalui penguatan operasi moneter. "Termasuk menjaga term structure konsisten," katanya. Sejalan dengan penurunan BI Rate, menurut Yudha, term structure atau suku bunga operasi moneter juga diturunkan.
Baca Juga: Giro Wajib Minimum dalam Rupiah Turun Jadi 6,5 Persen
Yudha berujar, term structure satu minggu akan dipatok pada level 5,5 persen, dua minggu 5,6 persen, satu bulan 5,8 persen, tiga bulan 6,2 persen, enam bulan 6,45 persen, dan sembilan bulan 6,6 persen. "Untuk 12 bulan, menjadi sama dengan BI Rate, 6,75 persen."
Yudha juga mengungkapkan alasan Dewan Gubernur BI tidak lagi menurunkan GWM. Menurut dia, dengan penurunan GWM sebesar 100 bps sejak 16 Maret lalu, likuiditas sudah membaik. "Oposisi OM, LDR, masih sekitar 89. Ini perlu ditunggu, perlu dievaluasi setelah penerapan penurunan GWM pada 16 kemarin," katanya.
Dewan Gubernur BI pun berharap, dengan terjaganya likuiditas dan turunnya BI Rate untuk ketiga kalinya, industri perbankan segera meresponnya dengan menurunkan suku bunga mereka. "Baik deposito maupun kredit dan yang paling penting bagi dunia usaha adalah ketersediaan kredit," Yudha berujar.
Baca: Perjanjian Kereta Cepat Akhirnya Diteken
Yudha mengatakan, Dewan Gubernur BI akan terus memonitor pertumbuhan ekonomi global serta kondisi keuangan global yang menurutnya masih sangat volatile. "Sehingga momentum pertumbuhan ekonomi yang sekarang sudah mulai terjadi sejak akhir tahun lalu dapat terus berlanjut."
ANGELINA ANJAR SAWITRI