TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman optimistis ada investor yang tertarik mengelola blok gas Masela. Staf ahli Kemenko Maritim Haposan Napitupulu mengatakan kecil kemungkinan tidak ada investor yang mau menggarap Blok Masela. "Cadangannya besar. Investor tidak akan pergi," ucapnya di Jakarta, Jumat, 11 Maret 2016.
Haposan menyatakan dengan cadangan gas sebesar 27,6 TCF Blok Masela akan menarik banyak investor untuk mengelolanya. Ia mencontohkan investor asal Jepang, Inpex. Menurut dia, Inpex sudah berpengalaman mengelola kilang gas di Indonesia, seperti di Mahakam. Bahkan Inpex sudah mengusulkan kilang LNG Terapung yang disetujui oleh pemerintah pada 2010.
Kendati masih memunculkan perdebatan ihwal skema pengelolaan, Haposan memaparkan pembangunan kilang di darat lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan terapung atau Floating Liquefied Natural Gas (FLNG). Haposan beralasan FLNG peluangnya kecil dibangun lantaran belum pernah beroperasi di Indonesia. "Sementara kalau di darat kami sudah mempunyai banyak referensi pembangunannya," kata dia.
Dari sisi biaya, lanjut Haposan, kilang darat diperkirakan menghabiskan dana US$ 16 miliar, bukan US$ 19 miliar seperti usulan Inpex/Shell terakhir. Sementara biaya untuk FLNG versi Inpex dan Shell yang diusulkan pada 2015 mencapai US$ 15 miliar.
Namun dibalik perdebatan tentang biaya pembangunan, Haposan menuturkan, pembangunan kilang di darat akan memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat. Salah satunya ialah peningkatan nilai tambah dengan pembangunan industri hilir dan petrokimia. "Multiplier effect-nya banyak," kata dia.
Lebih lanjut, Haposan berharap semua pihak bisa saling berkoordinasi dengan Kemenko Maritim untuk memutuskan pengelolaan Blok Masela. Ia ingin Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga bisa duduk bersama.
Pengelolaan Blok Masela di wilayah Maluku Tenggara Barat masih memunculkan perdebatan. Perbedaan pandangan terjadi antara Menko Maritim Rizal Ramli dengan Menteri ESDM Sudirman Said. Sejauh ini, Kemenko Maritim lebih memilih pembangunan kilang darat sementara Kementerian ESDM sebaliknya.
ADITYA BUDIMAN