TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral berencana mereformasi komponen-komponen harga gas yang dicurigai menyebabkan harganya terbilang mahal.
"Untuk harga gas, kita akan dorong untuk reformasi komponen-komponen yang menyebabkan harganya lebih tinggi dibandingkan tempat lain," kata Menteri Energi Sudirman Said selepas rapat dengan pihak Kamar Dagang dan Industri Indonesia di Gedung Kadin, Jakarta, Kamis, 10 Maret 2016.
Sudirman mengatakan ada sedikitnya empat komponen yang akan direformasi dengan tujuan menekan harga gas agar tidak terlalu mahal. Pertama, kata dia, pemerintah pada prinsipnya berkorban di hulu agar sektor hilir mendapat harga yang lebih baik.
"Itu akan diberikan kepada industri-industri tertentu yang berbasis gas. Untuk Perpres-nya akan segera keluar karena sudah cukup lama, dan sekarang sudah masuk Sekretariat Negara yang saya dengar," ujar Sudirman.
Kedua, lanjut dia, pemerintah akan mendorong sinergi infrastruktur terkait gas. Menurut Sudirman, hal tersebut dilakukan karena selama ini infrastruktur tersebut menyebabkan harga gas melebihi tempat lainnya.
Ketiga, pemerintah akan menertibkan perdagangan gas (gas trading) yang diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 6 Tahun 2016.
"Permennya sudah keluar, ini akan sedikit-banyak berkontribusi pada mata rantai pasokan juga," katanya.
Keempat, pemerintah akan membentuk satu badan penyangga untuk menemukan harga keseimbangan yang baru sehingga tidak memberatkan sektor hulu dalam berproduksi dan hilir dalam membeli.
"Jika badan ini terbentuk, akan ada mixing antara harga mahal dan murah sehingga ketemu keseimbangan harga baru. Ini memang perlu waktu, tapi akan terjadi," tutur Sudirman.
Kepastian harga gas ini dipandang sangat penting karena di kawasan industri Teluk Bintuni yang akan dibangun sentra industri petrokimia dibutuhkan pasokan gas. Untuk industri pupuk, memang sudah ada alokasi dari Kilang Tangguh, tapi belum ada kesepakatan harganya.
Terkait dengan hal itu, Sudirman tidak menutupinya. Dia mengatakan, untuk kawasan industri petrokimia yang akan memproduksi pupuk, belum ditemukan kesepakatan soal harga, lain halnya dengan PT PLN (Persero).
"Sejauh ini PLN ada kesepakatan, tapi yang pupuk belum ketemu, karena target yang dibor tidak menemukan hasil yang baik, sehingga belum ada kesepakatan untuk pupuk tapi untuk listrik sudah," ujarnya.
ANTARA