TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla melihat penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menunjukkan sinyal positif. Menurut Kalla, kurs rupiah yang terus menguat mencerminkan ekonomi Indonesia tengah stabil. "Tapi tetap harus hati-hati," katanya di Jakarta, Kamis, 10 Maret 2016.
Faktor lain yang membuat level rupiah stabil di posisi 13 ribuan, ujar Kalla, adalah kondisi eksternal, yaitu ekonomi Amerika yang belum kuat. Situasi itu mendorong melemahnya dolar yang berimbas terhadap penguatan rupiah.
Kalla berharap stabilnya nilai tukar rupiah akan mendorong investasi menjadi lebih baik. Dengan makin stabilnya rupiah terhadap dolar, Kalla mengatakan, pelaku usaha bisa membuat proyeksi. Meski demikian, Kalla berharap pemerintah bisa menjaga keseimbangan ekonomi dengan menguatnya rupiah. "Harus dijaga supaya ekspor berjalan baik," tuturnya.
Penguatan rupiah di sisi lain mesti diwaspadai. Kalla tak ingin menguatnya rupiah malah semakin mendorong impor yang ujungnya bisa memperlemah ekspor. Kalla meminta agar rupiah bisa dijaga di level yang wajar.
Pekan ini pergerakan rupiah relatif stabil. Sempat menyentuh angka 12.984 per dolar AS beberapa hari lalu, rupiah konstan bergerak di posisi 13 ribu. Hari ini, Kamis, 10 Maret 2016, rupiah berada di angka 13.149 atau melemah dibanding dua hari lalu, yang berada di posisi 13.128.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore bergerak menguat sebesar 103 poin menjadi 13.054 dibanding sebelumnya di posisi 13.157 per dolar AS.
"Nilai tukar rupiah bergerak menguat terhadap dolar AS seiring dengan fundamental ekonomi Indonesia yang cenderung mengalami perbaikan," ujar analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong, di Jakarta.
Ia mengatakan aliran dana asing yang mulai masuk ke negeri, baik di pasar saham maupun pada surat utang atau obligasi pemerintah, menjadi salah satu faktor yang menopang mata uang domestik. Tren inflasi yang rendah pada tahun ini, kata Lukman, juga kembali memicu harapan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) berpotensi kembali dipangkas, yang akhirnya dapat menekan suku bunga kredit perbankan.
Dengan begitu, konsumsi di dalam negeri berpotensi meningkat, yang akhirnya menopang perekonomian domestik. Kendati demikian, Lukman mengingatkan bahwa aliran dana asing itu berpotensi berbalik kembali ke negara asalnya jika laju perekonomian Indonesia tidak sesuai dengan estimasi pasar.
Pemerintah diharapkan dapat menjalankan kebijakan yang telah dikeluarkan agar dampaknya terasa, sehingga aktivitas ekonomi domestik bergerak meningkat.
ADITYA BUDIMAN | ANTARA