TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri menyatakan seruan boikot produk Israel seperti yang dinyatakan Presiden Joko Widodo dalam penutupan Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) memiliki panduan. Panduan itu untuk menegaskan produk mana yang bisa diboikot.
"Pada 2015, Uni Eropa telah mengesahkan sebuah panduan," bunyi siaran pers Kementerian Luar Negeri, Rabu, 9 Maret 2016.
Panduan yang dikeluarkan Uni Eropa tersebut berupa penempelan label bertuliskan “Israeli Settlement”. Misalkan, produk yang berasal dari wilayah West Bank akan diberi label "Products from the West Bank (Israeli Settlement)".
Label itu hanya bersifat wajib pada produk-produk tertentu. Mengutip media Inggris, The Guardian, pada November 2015, label bersifat wajib untuk makanan, sayuran, dan buah-buahan.
Sebelum membuat aturan label, Uni Eropa pada 2003 sudah menerapkan aturan serupa berupa barcode. Tujuan barcode itu sama dengan label, yakni menandakan produk mana yang berasal dari wilayah sengketa dan mana yang tidak.
Perdana Menteri Israel Binyamin Netanyahu sempat melobi sejumlah petinggi Uni Eropa untuk menghapus pemberian label tanda boikot itu. Alasannya, label dianggap diskriminatif dan memperkeruh permasalahan di Israel.
Dalam penutupan KTT OKI dua hari lalu, Presiden Jokowi menuturkan OKI perlu meningkatkan tekanan pada Israel terkait dengan sengketa wilayah-nya dengan Palestina. Misalnya dengan melakukan boikot atas produk Israel yang dihasilkan di wilayah pendudukan.
Namun Istana Kepresidenan meralat boikot yang dimaksud Jokowi. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Johan Budi Sapto Pribowo, mengatakan boikot tersebut tidak disempitkan pada produk barang, tapi juga kebijakan yang dihasilkan di wilayah pendudukan.
ISTMAN M.P.