TEMPO.CO, Boyolali - Human Resource Management General Manager PT ECO Smart Garment Indonesia (PT ESGI) Kabupaten Boyolali, Nurdin Setiawan mengatakan industri garmen adalah pihak yang paling merasakan dampak dari penerapan Undang-undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dampaknya adalah pelemahan daya saing.
"Industri garmen itu tidak seperti industri barang elektronik, otomotif, dan lain-lain yang bisa menentukan harga jual produknya," kata Nurdin pada Jumat, 26 Februari 2016.
Dalam industri garmen, Nurdin mengatakan, harga produk ditentukan pihak pembeli atau pemesan. Artinya, perusahaan baru bisa berproduksi setelah tercapai kesepakatan harga dengan pihak pemesan. Walhasil, meski ongkos produksi semakin bertambah karena perusahaan mesti menyetor iuran Tapera sebesar 0,5 persen upah karyawan per bulan, industri garmen tidak bisa seenaknya menaikkan harga produknya.
Undang-undang Tapera menjadi landasan pemerintah untuk menghimpun dana murah jangka panjang guna pembiayaan perumahan rakyat yang layak. Beleid itu mewajibkan warga berpenghasilan di atas upah minimum menyetor tiga persen pendapatan per bulan atau 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 persen dari perusahaan.
Baca juga: UU Tapera Disahkan, Pemerintah Tetap Dengarkan Pengusaha
Selama ini, kata Nurdin, biaya tenaga kerja (labor cost) di PT ESGI berkisar 15-20 persen dari harga produk. Jika masih ditambah potongan 0,5 persen per bulan per karyawan untuk program Tapera, biaya tenaga kerja dipastikan membengkak hingga menyentuh zona darurat atau di atas 20 persen.
Sebagai perusahaan padat karya yang mempekerjakan 24.000 karyawan, Nurdin berujar, biaya tenaga kerja PT ESGI sudah cukup besar karena adanya setoran BPJS Kesehatan dan Iuran Pensiun BPJS Ketenagakerjaan sejak tahun lalu.
Meski PT ESGI tidak begitu terdampak lesunya perekonomian nasional karena 100 persen berorientasi ekspor, Nurdin menambahkan, biaya produksinya juga besar karena 70 persen bahan bakunya dari impor. "Bisa dibayangkan bagaimana kondisi perusahaan garmen yang berorientasi pasar lokal jika harus menanggung tambahan setoran Tapera (selain setoran BPJS)," tutur Nurdin.
Sementara UU Tapera masih menuai polemik, Kabupaten Boyolali mendapat jatah pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) untuk buruh dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). "Rusunawa buruh akan dibangun di Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Boyolali, selatan Markas Yonif 408,” kata Kepala Dinas Sosial, Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi Boyolali, Purwanto.
Baca juga: Pungutan Tapera Ditargetkan Mulai Berlaku 2018
Purwanto mengatakan, belum lama ini perwakilan dari Kementerian PUPR sudah mengecek lahan seluas 2-3 hektare untuk pembangunan rusunawa buruh itu. "Rusunawa buruh ini termasuk dalam kebijakan presiden ihwal program satu juta rumah untuk ditempati masyarakat berpenghasilan rendah," kata Purwanto.
Baca: Sukseskan Sejuta Rumah, Pemerintah Beri Kemudahan Pajak
Menurut Purwanto, Kementerian PUPR berencana membangun rusunawa buruh dua twin block (tiap twin block terdiri dari lima lantai). Hingga kini belum dipastikan tipe rusunawa buruh itu, apakah tipe 24 atau 36. "Semua teknis ihwal pembangunan rusunawa buruh itu ditangani langsung oleh pusat," kata Purwanto.
DINDA LEO LISTY