TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan saat ini kondisi moneter Indonesia masih deflasi sebesar 0,13 persen. "Itu survei sampai minggu ketiga Februari," kata dia di kantornya, Jumat, 26 Februari 2016.
Juda memperkirakan hingga Maret 2016 masih akan deflasi. Sebab, ada penurunan beberapa harga komoditas dan perbaikan pada harga bahan baku bergejolak (volatile food). Selain itu deflasi masih akan terjaga jika pasokan bahan makanan seperti beras tersedia pada Maret.
Juda mengatakan di triwulan pertama memang umumnya kondisi moneter relatif terjaga dan inflasi cenderung rendah. Apalagi dengan kebijakan pemerintah menurunkan tarif dasar listrik serta harga bahan bakar minyak akan semakin mengendalikan inflasi. "Triwulan satu inflasi biasanya rendah kalau tidak ada kebijakan ekstrem terkait BBM dan kebijakan pangan," kata dia.
Untuk inflasi tahunan, Juda menyebut pada Februari masih di angka 4,38 year on year. Adanya sedikit pergeseran musim tanam padi dari Maret ke April belum akan mempengaruhi kondisi inflasi dalam negeri secara signifikan. Tahun ini ia tetap menargetkan inflasi 4 persen plus minus 1 persen dengan asumsi harga minyak mentah dunia di angka US$ 37 per barel.
Juda mendorong penurunan harga BBM diikuti penyesuaian tarif angkutan umum. Penrunan tingkat inflasi akan jauh lebih signifikan jika diikuti penyesuaian tarif angkutan. Terlebih akan dirasakan dampaknya pada inflasi inti dan volatility food. "Kuncinya di second round impact," katanya.
Pada pekan pertama Februari 2016, BI mancatat deflasi sebesar 0,14 persen. Pada pekan kedua, deflasi masih terjadi di angka 0,15 persen. Juga menyakini dengan perbaikan kondisi ekonomi, inflasi akan tetap terkendali tahun ini sesuai target.
DANANG FIRMANTO