TEMPO.CO, Jakarta - Swedia dikenal sebagai Negara asal jaringan toko furniture Ikea. Di Indonesia, gerai mereka yang berada di Alam Sutera, Tangerang selalu ramai oleh pengunjung kelas menengah atas yang memburu desain sederhana nan elegan ala Skandinavia. Tapi bagaimana sebaliknya, apa produk Indonesia bisa laku dijual di Swedia? Jawabannya adalah, ya.
Furnitur Indonesia bersertifikat ramah lingkungan (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu/SVLK) laris dalam pameran Furniture & Light Fair yang diselenggarakan pada 9-13 Februari 2016 lalu di Stockholm, Swedia. Produk furnitur Indonesia yang diusung CV Nuansa Kayu Bekas bahkan habis terjual pada hari terakhir pameran. "Sertifikat SVLK kita sudah diakui Uni Eropa dalam hal 'keberlanjutan' juga menjadi nilai tambah bagi produk Indonesia," kata Atase Perdagangan Indonesia di Denmark, Ima Siti Fatimah melalui surat elektronik, Kamis 18 Februari 2016.
Ima menyebut, CV Nuansa Kayu Bekas yang diboyong ke Swedia melalui kerjasama dengan Kementerian Perdagangan mendapatkan pembeli potensial dari lima perusahaan asal Rusia (Belsi Home), Denmark (Kilroy Indbo A/S, Bakkehuset, Torben Schreibers), dan Israel (Pront Decor) dengan nilai transaksi sekitar US$ 50 ribu. Sementara Mia Casa mendapatkan pembeli potensial dari 9 perusahaan asal Swedia (Sarasdesign, House Billa Berglunda, Stranda Tapetseri, Betong akademin, Sanja Najic), Norwegia (Mobler Kjorbekk), Finlandia (Martela), Italia (Dalani), serta Turki (Stone Studio) dengan nilai sekitar US$ 100 ribu.
Stan Indonesia mengusung tema “Indonesia Collaboration with Scandinavia”. Tema ini diangkat agar para desainer furnitur dari wilayah Skandinavia, terutama Denmark dan Swedia dapat tertarik untuk memproduksi desainnya di Indonesia.
Menurut Ima, selain SVLK, tenaga kerja Indonesia sangat terampil, upahnya masih terjangkau, serta tidak mempekerjakan anak-anak. "Satu hal yang penting adalah keterampilan dan bakat seni yang dimiliki oleh orang Indonesia merupakan salah satu kekuatan dan penambah daya saing," ujarnya.
PINGIT ARIA