TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akhirnya mencabut daftar negatif investasi (DNI) untuk bisnis industri film. Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan kebijakan itu dilakukan untuk memotong kartel bisnis yang hanya dimiliki pihak tertentu.
"Kebijakan ini untuk memotong oligarki, kartel yang hanya dimiliki pihak tertentu. Salah satunya bioskop," kata Pramono saat jumpa pers terkait dengan paket kebijakan X di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, 11 Februari 2016.
Sebelumnya, rencana pencabutan bisnis industri film dari DNI menuai perdebatan. Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia menganggap dibukanya keran investasi bioskop akan mengancam bisnis bioskop independen. Sementara itu, Persatuan Produser Film Indonesia menilai kebijakan itu akan mengundang investor asing ke bisnis bioskop.
Pramono melanjutkan, saat ini bisnis bioskop hanya dikuasai oleh tiga-empat perusahaan saja. Mayoritas berasal dari jaringan 21 Cineplex, sementara yang lainnya berasal dari jaringan Cinemaxx milik Lippo Group atau BlitzMegaplex dari CGV.
Jaringan-jaringan itu, kata Pramono, baru menghadirkan 1.117 layar atau 196 bioskop saja. Dari 1.117 layar, hanya 13 persen yang bisa diakses. Adapun bisnis itu kebanyakan terpusat di Pulau Jawa sebesar 87 persen. "Dari 87 persen itu, 35 persennya berada di Jakarta pula," ujar Pramono.
Pramono berharap paket kebijakan ini akan berhasil mengubah pola bisnis layar atau bioskop di Indonesia. "Dengan semakin banyak bioskop, akan semakin banyak produksi film di Indonesia," katanya.
ISTMAN M.P.