TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Deden Adhityadharma menolak rencana privatisasi listrik. Deden mengaku tidak yakin dengan adanya privatisasi, kinerja PLN akan semakin baik. "Hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara, dalam hal ini ya PLN," kata Deden di PLN Pusat, Kamis, 11 Februari 2016.
Untuk itu, SP PLN menyampaikan beberapa tuntutan, di antaranya menuntut Direktur Utama PLN Sofyan Basir memperkuat kinerja sesuai rapat umum pemegang saham dengan tegas. Ia mengatakan selama ini biaya pokok produksi (BPP) Indonesia timur sudah tinggi, yakni sekitar Rp 3.000 per kWh.
"Bila dilepas di luar PLN, maka tidak akan ada subsidi silang sehingga memberatkan masyarakat setempat," katanya.
SP PLN juga menuntut agar Dirut PLN menolak rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Direktur Jenderal Ketenagalistrikan karena akan melemahkan PLN dalam pengelolaan kelistrikan. Mereka meminta agar PLN mengevaluasi peran negara dalam pembangunan pembangkit dan kapasitas yang dibutuhkan, serta mengutamakan pembangunan jenis pembangkit berdasarkan merit order yang paling unggul.
Kemudian, mereka juga menolak pemecahan PLN yang dapat menimbulkan biaya energi listrik yang lebih mahal di masing-masing daerah. Termasuk bila diperlukan untuk secara langsung menemui Presiden Joko Widodo sebagai penanggung jawab akhir pengelolaan negara. "PLN harus mengoreksi kebijakan pemecahan kelistrikan enam provinsi ini," katanya.
Sementara itu, SP PLN juga menolak rencana pemerintah menyerahkan sektor kelistrikan kepada swasta karena bertolak belakang dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 2 dan menolak upaya mengecilkan peran PLN dalam membangun pembangkit lima tahun ke depan. "Kalau pun swasta ikut, maka perannya tidak boleh lebih dari 20 persen dari total kapasitas yang dioperasikan," tutur Deden.
Tuntutan lainnya, SP PLN menolak rencana pemerintah meniadakan peran PLN yang dimulai dari enam provinsi di wilayah timur. "Sehingga PLN terpecah tidak dari Sabang hingga Merauke lagi. Dan berlakunya tarif listrik per daerah yang menimbulkan biaya listrik yang tinggi bagi masyarakat," kata Deden.
LARISSA HUDA