TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Hafisz Tohir mengatakan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung harus dikaji lebih dulu selama 2016.
"Perlu dikaji dulu, selesaikan tata aturan, barulah bicara layak atau tidak," katanya dalam diskusi publik “Stop Rencana Pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung” di Operation Room, Gedung Nusantara, Jakarta, Selasa, 2 Februari 2016.
Hafisz mengungkapkan beberapa alasan dengan mengungkit sejarah rencana pembangunan kereta cepat yang sudah dimulai pada 2009, di era pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Tapi PT KAI menolak melakukan konsorsium karena dianggap tidak visible," katanya.
Kemudian, kata Hafisz, proyek ini kembali dihidupkan dalam pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan mengambil asumsi business to business (b-to-b). Hal ini pulalah, Hafisz mengutip pernyataan Menteri Rini, yang menjadi penyebab Cina memenangi proyek itu. "Sebab, bila menggunakan asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tidak akan bisa mengejar break even point," tuturnya.
Hafisz mengungkapkan, terpilihnya Cina dalam proyek kereta cepat dinilai selaras dengan program Presiden Cina Xi Jinping, yaitu Cina menginginkan jalur transportasi yang menguntungkan kejayaan Cina daratan. "Ini akan menguntungkan kepentingan blok mereka."
Politikus Partai Amanat Nasional ini juga mengungkapkan bahwa salah satu perusahaan China Railway Group, yaitu China Railways Construction Corporation, memiliki utang yang setara dengan seluruh utang negara Brasil.
"Ada namanya China Railways Construction Corporation, saya infokan, memiliki utang 3,1 triliun yuan sampai September 2013. Setara dengan seluruh utang negara Brasil, tapi hanya dimiliki satu korporasi Cina," ucapnya.
Utang senilai Rp 6.000 triliun dan memiliki empat setengah EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) tersebut, menurut Hafisz, sudah pernah ia tanyakan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno di Komisi VI. "Ibu Rini jawab diplomatis bahwa ia akan mempelajari itu. Sampai sekarang kami belum dapat jawaban itu."
FRISKI RIANA