TEMPO.CO, Semarang - Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) berupaya mengejar ketinggalan dengan Vietnam untuk menguasai pasar ekspor, yakni dengan menargetkan 4.000 pembeli baru di pasar luar negeri.
“Industri furnitur Vietnam dulu di bawah Indonesia. Sekarang Indonesia di bawah Vietnam, dengan nilai ekspor hanya US$ 2 miliar,” kata Chairman Internasional Furniture and Craft Fair Indonesia, Andre Sundrio, saat road show dan sosialisasi program pameran di Semarang.
Asmindo sedang mengevaluasi kekalahan nilai ekspor itu di antaranya mengukur kemungkinan pengaruh infrastruktur, teknologi, dan bahan baku. “Kalau memang bahan baku, kami minta bantuan pemerintah dengan cara memudahkan impor bahan,” kata Andre.
Salah satu upaya untuk mengejar ketertinggalan adalah menggelar pameran internasional furnitur di Jakarta Convention Center, 10 hingga 13 Maret 2016. Asmindo menargetkan 4.000 pembeli dari luar negeri dan 10 ribu dari dalam negeri. “Omzet pameran langsung kami target US$ 1 juta. Pembelian yang besar di belakang karena dalam pameran rata-rata penjajakan dulu,” ujar Andre.
Menurut dia, dalam pameran itu ada 250 perusahaan furnitur yang menjamin pemenuhan kebutuhan pasar luar negeri. Karena itu, dia yakin target penjualan bisa tercapai bila diukur dari hasil pameran 2015 yang menghasilkan penjualan US$ 800 ribu.
Ketua Asmindo Jawa Tengah Ery Sasmito menyatakan peluang persaingan pasar asing 2016 sulit diprediksi meski pada 2015 penjualan meningkat. “Nilai ekspor furnitur dari Jawa Tengah pada 2015 kira-kira US$ 700 juta,” kata Ery.
Penjualan itu dinilai lebih baik dibanding 2014, yang justru menurun. Menurut Ery, Asmindo Jawa Tengah sedang melakukan penetrasi ke pasar di Asia sebagai uji pasar yang pernah dilakukan. “Di antaranya Cina. Dulu dikira pesaing, ternyata jadi pasar,” katanya.
EDI FAISOL