TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan minyak dan gas, Lapindo Brantas Inc, menyebutkan biaya pengeboran di Sumur Tanggulangin 1, Desa Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, sebesar US$ 3 juta atau sekitar Rp 30 miliar. Lapindo mengklaim kebutuhan dana itu bisa dipenuhi dari sisa produksi gas yang ada di Blok Brantas.
Namun rencana pengeboran ini sontak ditanggapi dingin oleh masyarakat dan pemerintah, yang belakangan tak memberi lampu hijau terhadap rencana ini. Di sisi lain, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimoeljono mengatakan ia bisa saja meminta Lapindo Brantas mulai mencicil dana talangan pemerintah mengingat perusahaan tersebut sudah mempunyai duit.
Namun, berdasarkan perjanjian dengan pemerintah, kata Basuki, Lapindo mempunyai waktu empat tahun untuk menebus dana talangan tersebut. "Di perjanjian dengan Menteri Keuangan kan diberi waktu empat tahun. Kalau perjanjian kan bahasa hukum, tidak harus segera mencicil kan," katanya saat ditemui di kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 13 Januari 2016.
Basuki mengungkapkan, Lapindo juga melakukan pengeboran untuk mendapatkan uang agar bisa membayar utang tersebut. Menurut dia, dalam perjanjian, tidak ada ketentuan kapan Lapindo harus mulai mencicil membayar utang.
Dengan demikian, Lapindo dapat mencicil atau membayar sekaligus pada tahun keempat. "Bisa saja saya ingatkan, tapi perjanjian sendiri secara hukum begitu, dia tidak harus mulai mencicil di tahun pertama," ujarnya.
Meski gagal membayar uang ganti rugi korban lumpur sebesar Rp 781 miliar, Basuki mengatakan Lapindo bisa saja mendapat pendanaan dari perusahaan lain. "Dia kan bisa dapat perusahaan lain, kami kan enggak ngerti perusahaan kayak gitu,” tuturnya. “Maka, waktu itu business to business-nya enggak kami sentuh. Kami ngurus yang rakyat aja."
Sebelum memutuskan memberi dana talangan, pemerintah hanya mengaudit aset Lapindo berupa tanah dan 3.331 berkas warga yang masuk peta area terkena dampak. Basuki tak mengaudit keuangan Lapindo. "Ngapain? Yang merintah saya bayar itu (amanat) Mahkamah Konstitusi," ucapnya. Putusan Mahkamah Konstitusi, kata dia, menyebutkan negara hadir untuk melindungi rakyat.
ALI HIDAYAT