TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan rasio ketimpangan sosial (rasio gini) di Indonesia saat ini sudah masuk kategori lampu kuning. Artinya, jika tak segera diperbaiki, bukan tak mungkin ketimpangan akan berimbas buruk, seperti terjadinya konflik.
Menurut Kalla, rasio gini di Indonesia saat ini sudah mencapai 0,41. "Jika ditafsirkan, 1 persen penduduk Indonesia saat ini menguasai hampir 50 persen aset bangsa," ucap Kalla dalam sambutannya pada acara ulang tahun Universitas Paramadina ke-18 di Jakarta, Rabu, 13 Januari 2016. Salah satu yang bisa mengurangi ketimpangan adalah memanfaatkan inovasi.
Kalla menyatakan pemerintah tak tinggal diam menghadapi tingginya rasio gini tersebut. Setidaknya ada dua cara yang sudah dilakukan selama ini. Pertama adalah mengoptimalkan pajak. Namun, untuk menggenjot penerimaan pajak, sistemnya juga harus berjalan baik. Untuk itu, pada sektor ini perlu teknologi inovasi agar capaian penerimaan pajak bisa ditingkatkan.
Cara kedua adalah menaikkan golongan menengah. "Masyarakat harus dibiasakan berwiraswasta. Pemerintah juga sudah mengucurkan Kredit Usaha Rakyat sebanyak-banyaknya dengan bunga kecil," ujar Kalla. Dia juga memuji layanan ojek berbasis daring, antara lain Go-Jek. Menurut dia, inovasi yang mereka lakukan bisa mengangkat harkat para tukang ojek dalam waktu singkat.
Kalla mengaku tak ingin ketimpangan sosial yang ada berbuah konflik seperti di Timur Tengah. Negara-negara Arab rawan konflik karena tingkat ketimpangannya cukup tinggi. Di satu sisi kekayaan minyak mereka melimpah, di sisi lain distribusi kekayaan tak merata. Walhasil, kelompok yang tak dapat bagian kekayaan dari negara memilih angkat senjata.
Menurut Kalla, selain rasio gini, tingkat kesejahteraan rakyat sebuah negara juga dapat diukur dari pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. "Agar stabil, pertumbuhan ekonomi harus mencapai 7 persen. Apabila bisa mencapai angka itu, kita bakal memiliki bangsa yang punya daya tahan."
FAIZ NASHRILLAH