TEMPO.CO, Sidoarjo - Kepala Badan Lingkungan Hidup Sidoarjo, Yohanes Siswoyo, mengatakan bahwa izin untuk pengeboran sumur baru Lapindo Brantas Inc. di Sumur Tanggulangin 1, Desa Kedungbanteng, Tanggulangin, baru keluar pada Oktober 2015. Izin sempat ditahan selama empat tahun.
Perizinan itu terdiri dari UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan) yang dikeluarkan BLH pada 2013. Kemudian ada izin lingkungan, lokasi dan HO (gangguan) dari Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dua tahun berselang atau tahun lalu.
"Izin UKL-UPL terbit 17 Juni 2013. Adapun Lapindo sendiri mulai mengajukannya sejak 2011," kata Yohanes.
Dalam kurun dua tahun itu, dia mengaku tak kunjung mengeluarkan izin UKL-UPL karena mempertimbangan aspek lingkungan dan sosial. Sebelum akhirnya mengeluarkan izin itu ia juga mengaku telah mengundang sejumlah pakar dari universitas terkemuka di Jawa Timur.
Izin lingkungan dari BPPT Sidoarjo kemudian keluar sekitar Oktober 2015. Menurut Yohanes, izin dari BPPT Sidoarjo keluar setelah mendapat persetujan dari Bupati Sidoarjo saat itu, Saiful Ilah.
Dia menambahkan, selama 2013-2015 izin dari BPPT belum turun, pihaknya mangaku mendapat desakan dari SKK Migas. "SKK Migas dua kali berkirim surat mendesak agar izin segera keluar," katanya. Surat itu dilayangkan pada 2014 dan 2015.
Sementara itu Penjabat Bupati Sidoarjo, Jonathan Judianto, mengatakan Pemkab Sidoarjo hanya mengeluarkan izin lingkungan, lokasi, UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan), dan HO (izin gangguan). "Selebihnya izinnya ada di pusat," katanya.
Secara terpisah, Kepala Bagian Humas SKK Migas Elan Biantoro membenarkan kalau rencana pengeboran Lapindo di Lapangan Wunut dan Lapangan Tanggulangin sudah disetujui SKK Migas sejak 2011. Berdasarkan mitigasi resiko yang dilakukan, pengeboran di Lapangan Wunut dan Lapangan Tanggulangin dianggap terbukti tidak berisiko menyemburkan lumpur.
"Namun saat meminta izin lingkungan, Pemerintah Daerah Sidoarjo selalu menolak lantaran masih trauma semburan lumpur," kata dia sambil menambahkan, kini izin lingkungan sudah diterbitkan sejak November lalu. "Mereka mengajukan izin tersebut setiap tahun," ujar Elan.
Pengeboran itu dianggap SKK Migas menguntungkan negara karena berpotensi menambah produksi gas nasional. "Pendapatan daerah dari Dana Bagi Hasil Migas juga bisa diperoleh kembali," ujar Elan.
NUR HADI | ROBBY IRFANY