TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengklaim nilai tukar petani naik. Tapi ia enggan menyebutkan besaran kenaikan tersebut. Ini berbeda dengan hasil yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik yang mengatakan NTP turun 0,11 persen.
"Kami harap harga gabah naik. Sekarang harganya naik Rp 1.000 per kilogram. Artinya, itu menguatkan petani kita 1.000 dikalikan produksi 70 juta ton, sama dengan Rp 70 triliun," katanya di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu, 6 Januari 2016.
Ia juga mengklaim bahwa pemerintah dapat mengendalikan impor. "Hanya di ujung pena kita mengendalikan impor. NTP naik, padahal ada El Nino, berarti Rp 70 triliun dinikmati warga kecil," ucapnya.
Pada 4 Januari 2016, Badan Pusat Statistik mengeluarkan data resmi penurunan NTP. BPS mengklaim terjadi penurunan NTP pada Desember 2015 sebesar 0,11 persen.
Kepala BPS Suryamin mengatakan nilai tukar petani dan harga gabah pada Desember 2015 mengalami penurunan. “Ini sedikit menurun pada Desember terhadap November sebesar 0,11 persen,” tuturnya di kantor BPS saat itu.
Suryamin mengatakan penurunan NTP ini disebabkan oleh indeks harga yang diterima petani lebih kecil dibanding kenaikan indeks harga yang dibayar petani. “Indeks harga yang diterima petani naik sebesar 0,77 persen lebih kecil dibanding kenaikan yang dibayar petani sebesar 0,89 persen,” katanya.
Penurunan juga dipengaruhi turunnya NTP di sektor tanaman pangan sebesar 0,18 persen, seperti pada gabah, kacang kedelai, dan jagung. Ada juga sektor peternakan yang turun 0,52 persen dan sektor perikanan yang turun 0,13 persen.
Meskipun didasari data BPS, Amran berkukuh bahwa NTP naik. "Logikanya, kalau harga gabah naik, hasil produksinya juga naik, kesejahteraan petani juga naik," ujarnya.
ARKHELAUS W