TEMPO.CO, Jakarta - Para pemimpin Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) telah sepakat membentuk pasar tunggal di kawasannya pada akhir 2015. Kesepakatan itu kini dikenal dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Tujuan dari kesepakatan itu adalah agar daya saing ASEAN meningkat sekaligus bisa menyaingi Cina dan India untuk menarik investasi. Pembentukan pasar tunggal ini memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain.
MEA tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, dan akuntan. Sehingga dalam ASEAN Economic Community (AEC) atau MEA, terjadi kompetisi yang makin ketat. MEA juga membuka arus bebas investasi dan arus bebas modal di kawasan yang merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Cina.
Presiden Joko Widodo berharap masyarakat tidak takut terhadap persaingan. Jokowi menilai, hampir semua kepala negara di ASEAN ketika bertemu justru mengkhawatirkan negara mereka masing-masing. Kekhawatiran itu terutama bakal kebanjiran produk dari Indonesia. Mereka beranggapan, justru Indonesia yang diuntungkan dalam penerapan MEA.
ASEAN beranggotakan sepuluh negara, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja. Jokowi menyebutkan infrastruktur menjadi fokus pemerintah dan telah disiapkan anggaran Rp 313 triliun untuk pembangunannya.
Ada beberapa catatan yang patut dicermati pada era MEA, antara lain berdasarkan laporan Indeks Kinerja Logistik 2014, Indonesia menempati posisi 53 dengan nilai rata-rata 3,08. Sementara itu negara tetangga, Singapura berada di peringkat lima, Malaysia di posisi 25, Thailand di peringkat 35, dan Vietnam di peringkat 48.
Laporan peringkat daya saing Indonesia 2015-2016 sebagaimana dikeluarkan Forum Ekonomi Dunia (FED) pada September 2015. Disebutkan Indonesia pada laporan yang dilakukan terhadap 140 negara itu berada di posisi 37 dunia dengan nilai 4,52 atau turun tiga peringkat dibanding tahun lalu.
Singapura berada di posisi dua dengan nilai 5,68; Malaysia di posisi 18 dengan nilai 5,23; dan Thailand di peringkat 32 dengan nilai 4,64. Sementara itu, Filipina dan Vietnam masing-masing di posisi 47 dan 56 dengan nilai masing-masing 4,39 dan 4,30.
Ada 113 indikator yang digunakan FED untuk mengukur produktivitas suatu negara, di antaranya infrastruktur, inovasi, dan lingkungan makro ekonomi.
ANTARA