TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa mengatakan harga beras medium nasional yang cenderung naik dikarenakan kesalahan perhitungan stok beras nasional. Stok beras diperkirakan cukup, tapi, menurut Dwi, produksi beras di tahun ini justru turun dibandingkan 2014.
Dwi mengatakan produksi beras turun di 67 persen wilayah penghasil beras. Akibatnya, impor beras menjadi terlambat. Keputusan impor beras seharusnya sudah dilakukan sejak Agustus 2015. "Kita berpikir beras cukup, tapi nyatanya tidak," kata Dwi di Jakarta, Rabu, 30 Desember 2015.
Menurut Dwi, kenaikan harga beras medium nasional bermula dari penurunan ending stock nasional hingga 1 juta ton di 2014. Hal ini menyebabkan lonjakan harga hingga 30 persen di awal 2014. Memasuki April dan Mei harga turun karena adanya panen raya.
Namun penurunan harga ini ternyata tidak lama. Memasuki Mei hingga saat ini harga malah terus meningkat. Menurut Dwi, pemerintah memperhitungkan adanya kenaikan stok beras hingga 5,9 persen. Artinya akan ada tambahan stok sebanyak 2,6 juta ton. Namun harga beras di lapangan tetap meningkat.
Pada 23 September, Wakil Presiden Jusuf Kalla sempat mengumumkan akan melakukan impor beras sebesar 1,5 juta ton. Hal ini direspons pasar dengan penurunan harga meski tidak signifikan. Penurunan harga Rp 150 dari harga sebelumnya. Namun, pernyataan ini kemudian diralat pemerintah dan menyebabkan kenaikan Rp 190.
Meski demikian, kenaikan dan penurunan harga ini memang tidak signifikan. Berdasarkan mekanisme pasar, seharusnya ketika impor diturunkan, pengusaha ataupun petani akan mengeluarkan stoknya sehingga harga akan turun. Begitu pun dengan Desember ini, yang merupakan musim tanam. Menurut Dwi, ketika musim tanam, petani akan mengeluarkan stoknya. Lagi-lagi harga di bulan ini seharusnya turun.
Hal inilah yang menyebabkan Dwi berpendapat pemerintah salah memperhitungkan harga beras. Saat ini, menurut Dwi, stok beras petani sudah habis. Begitu pun dengan stok pengusaha kecil. Stok beras saat ini hanya ada di pengusaha besar dan Bulog.
Berdasarkan situs sistem pemantauan pasar dan kebutuhan pokok Kementerian Perdagangan harganya berkisar Rp 10.748. Harga ini dikhawatirkan akan mencapai Rp 11 ribu. Harga ini lebih tinggi di 2014 sebesar Rp 9.800.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI