TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan urusan listrik bukan hanya tanggung jawab PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), tapi juga tanggung jawab pemerintah.
Hal itu, menurut Jokowi, cukup beralasan karena, tiap kali dia melakukan kunjungan ke daerah, keluhan utama yang disampaikan masyarakat setempat adalah padamnya aliran listrik. "Ada yang sehari padam delapan kali. Ada yang empat kali," katanya saat menerima para investor megaproyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 22 Desember 2015. Dia mengaku tak mau menyalahkan Direktur Utama PLN ataupun para menteri. "Yang penting ada masalah seperti itu harus segera diselesaikan."
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN mengatakan perjanjian jual-beli listrik untuk megaproyek pembangkit listrik 35 ribu megawatt sudah mencapai setengahnya. Hingga Desember, proyek yang ditargetkan rampung pada 2019 itu sudah mencapai 17.340 MW.
Jokowi mengapresiasi kinerja PLN yang mampu mencatatkan perjanjian jual-beli listrik hingga 17.340 MW hingga akhir tahun. Padahal, menurut dia, pada Agustus lalu, perjanjian jual-beli baru mencapai 600 MW. Saat itu, dia mengaku sempat khawatir. "Tapi Pak Dirut PLN bilang akan ada peningkatan signifikan pada akhir tahun."
Jokowi menegaskan bahwa proyek tersebut hingga saat ini masih layak dan realistis untuk dicapai. Angka 35 ribu MW, menurut dia, keluar dari kajian mendalam mengenai kebutuhan listrik masyarakat Indonesia.
Namun Jokowi mengakui hingga saat ini masih terdapat banyak masalah dalam realisasi proyek itu. Salah satunya pembebasan lahan. Pembebasan lahan, kata dia, terus menjadi polemik karena banyaknya perizinan, baik di pusat maupun daerah, yang dianggap membuat rumit. "Untuk itu, saya meminta agar izin, baik dari PLN maupun kementerian, dipangkas."
FAIZ NASHRILLAH