TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera, Tejo Wahyu, mengatakan pelaksanaan komersialisasi produk transgenik belum direncanakan secara matang. Uji benih jagung transgenik hanya dilakukan melalui pengkajian berkas, tanpa uji laboratorium.
"Bahkan, sampai sejauh ini, belum ada peraturan pemerintah yang ditujukan untuk melindungi petani jika panen gagal," katanya dalam diskusi mengenai jagung transgenik di Jakarta, Jumat, 18 Desember 2015.
Tejo mengaku tidak skeptis terhadap teknologi baru. Hanya, dia mengaku belajar dari pengalaman sebelumnya. Beberapa tahun lalu, komoditas kapas transgenik pernah dikembangkan di Sulawesi. Komoditas ini ditargetkan dapat menghasilkan 3-4 ton kapas per hektare. Namun, nyatanya, produksi yang didapat di bawah target. Tejo juga khawatir soal perlindungan petani seandainya terjadi gagal panen.
Selama ini, kata dia, pemerintah hanya menjamin sertifikasi dari pengeluaran benih. Sedangkan ganti rugi ataupun penjaminan menjadi tanggung jawab perusahaan. Seharusnya, menurut Tejo, tujuh bulan pertama biaya hidup petani, pada saat penggunaan benih, ditanggung perusahaan. Namun, hingga saat ini, belum jelas siapa yang harus melaksanakan hal ini.
Wacana komersialisasi jagung transgenik sudah digulirkan sejak tahun lalu. Kementerian Pertanian memang sempat mengungkapkan akan mengkomersialisasi jagung transgenik tahun ini. Walhasil, pro dan kontra mengenai penerapan transgenik dengan seri RR NK603 merebak. Banyak pihak masih ragu akan keamanan benih transgenik ini.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI