TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak menutup sementara operasional sepuluh perusahaan tambang batu bara. Penutupan itu dilakukan karena perusahaan menelantarkan lubang galian bekas tambang tanpa ada upaya reklamasi. Penelantaran ini dinilai bisa mengancam keselamatan masyarakat.
Instruksi penutupan perusahaan tambang batu bara itu disampaikan Awang Faroek Ishak dalam konferensi pers di Lamin Etam, kantor Gubernur di Samarinda, Kamis malam, 17 Desember 2015.
Keputusan Gubernur Awang diambil hanya berselang sehari setelah tewasnya Mulyadi, 15 tahun, pelajar SMK Geologi Pertambangan, Tenggarong, Kutai Kartanegara, di salah satu kolam bekas galian tambang batu bara. Belakangan diketahui, bekas galian itu milik PT Multi Harapan Utama. "Sebagai gubernur, saya sangat prihatin dan hampir menangis ketika mendapatkan laporan soal kejadian itu," kata Awang Faroek.
Menurut data Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Mulyadi merupakan korban ke-14 yang tewas di kolam bekas galian tambang batu bara dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Sebagian korban masih anak-anak.
Awang mendengar kematian Mulyadi dari LSM Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur. Dia langsung memerintahkan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur Amrullah dan penjabat Bupati Kutai Kartanegara Chairil Anwar serta kepolisian untuk mengecek langsung ke lapangan. "Jadi sampai sekarang jumlah korban sudah 14 orang, dan saya tidak mau ada korban lagi," ujar Awang.
Menurut Awang, pemerintah Kalimantan Timur memiliki dasar hukum yang kuat untuk mencabut izin operasional sepuluh perusahaan tambang batu bara tersebut. Antara lain berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. "Saya juga sudah berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Pertambangan Kementerian ESDM dan akan melaporkan masalah ini kepada Presiden Jokowi," tuturnya.
Secara terpisah, Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah mengungkapkan bahwa Mulyadi merupakan korban ke-18 yang meninggal di kolam bekas galian tambang. Dengan rincian, tewasnya 13 orang terjadi di Samarinda dan lima orang di Kutai Kartanegara.
"Sebanyak 13 korban di Samarinda itu kejadiannya tercatat sejak 2011 hingga 2015. Sedangkan lima korban di Kutai Kartanegara terjadi sejak 2010 hingga 2015, termasuk korban terakhir bernama Mulyadi," ucap Johansyah.
ANTARA