TEMPO.CO, Semarang - Badan Karantina Pertanian membangun dua sistem pelayanan baru berbasis elektronik untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sistem pelayanan itu mampu menurunkan dwelling time (waktu tunggu di pelabuhan).
“Peluncuran pelayanan dilakukan di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang sebagai percontohan,” kata Sekretaris Badan Karantina Pertanian Pelabuhan Tanjung Emas Semarang Muljanto, Minggu, 13 Desember 2015.
Menurut Muljanto, dua sistem itu meliputi Pelayanan Prima Karantina (PPK) Ekspor dan Layanan Prioritas PPK. Sistem itu untuk meningkatkan akselerasi ekspor produk pertanian Indonesia.
“Sedangkan Layanan Prioritas sebagai upaya menurunkan dwelling time meminimalisasi biaya logistik di pelabuhan,” kata Muljanto.
Sistem ini memberlakukan layanan penuh atau mandatory INSW (Indonesia National Single Window). Dengan sistem ini, Layanan Karantina Ekspor itu memudahkan sertifikasi ekspor produk pertanian dan perikanan dilakukan secara elektronik melalui sistem INSW.
Muljanto menjelaskan, dwelling time bisa turun dengan penerapan sistem pertukaran data Sanitary and Phyto Sanitary Certificate (e-Cert SPS). Sistem ini mampu menunjukkan setiap ekspor produk yang disertifikasi karantina Indonesia secara real time dapat diketahui dokumen dan produknya sebelum barang tiba di negara tujuan ekspor.
“Begitupun sebaliknya dengan impor, bisa mengetahui real time sebelum sampai di Indonesia jauh hari,” ujar Muljanto.
PPK Prioritas merupakan pelayanan sertifikasi pelepasan karantina secara otomatis oleh sistem e-Plaq atau e-QVet. Pelaku usaha cukup mengunduh sertifikasi karantina sehingga service level agreement karantina yang rata-rata dilayani 0,8 hari berubah menjadi beberapa menit.
Namun Muljanto menjelaskan, layanan itu diberikan kepada importir yang memiliki rekam jejak baik dalam enam bulan terakhir saat melakukan importasi dengan frekuensi dan volume tertentu. Penerapan sistem yang baru pertama kali di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang itu saat ini masih terbatas khusus untuk bahan baku susu dan wood product.
“Ke depan, baik jenis produk maupun perusahaan importir yang dilayani, akan terus ditingkatkan,” katanya.
Kepala Pusat Kepatuhan, Kerja Sama, dan Informasi Balai Karantina Arifin Tasrif menyatakan perusahaan yang memiliki rekam jejak baik selama enam bulan bisa melewati proses karantina ini dengan cepat. “Karena monitoring produk dilakukan secara berkala menggunakan sampling,” kata Arifin.
Monitoring itu dilakukan berkala antara 10 hingga 12 kali dengan sistem sampling. Arifin menjamin manajemen risiko tetap diperhatikan dengan melihat status dari negara pengirim. Dengan begitu, jika ada suatu wabah di negara asal, impor ke Indonesia bisa dihentikan sementara.
“Karena ini menyangkut produk pangan yang dikonsumsi masyarakat,” kata Arifin. Kebijakan itu dilakukan untuk mempertahankan manajemen risiko tinggi.
EDI FAISOL