TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyatakan pemerintah harus mengoptimalkan upaya menekan laju impor barang dan jasa. Hal ini kian mendesak dilakukan karena selama 14 tahun terakhir anggaran negara defisit. “Bahkan, dalam tiga tahun terakhir, transaksi berjalan juga defisit,” kata Agus di kantornya, Jumat, 4 Desember 2015.
Agus menjelaskan, koordinasi antara bank sentral dan pemerintah untuk memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan telah dilakukan. Pemerintah, ucap Agus, sudah berkomitmen tidak menjadikan Indonesia sebagai negara yang berorientasi mengkonsumsi, tapi menjadi negara produsen lalu melakukan ekspor dan memenuhi kebutuhannya secara mandiri.
Selain menggenjot ekspor, ujar Agus, pemerintah ingin mendorong proses industrialisasi dan hilirisasi sehingga tak hanya mengeksplorasi sumber daya alam mentah, seperti yang dilakukan selama ini. “Saya rasa itu akan dicapai secara bertahap. Kami lihat pemerintah fokus untuk melakukan upaya itu,” tuturnya.
Lebih jauh, Agus menilai kondisi perekonomian global saat ini belum stabil. Hal tersebut terlihat dari tekanan di pasar modal di Indonesia yang terimbas oleh aliran dana yang keluar dari Indonesia belakangan ini ketimbang kondisi tahun lalu.
Agus menjelaskan, dana yang masuk ke Indonesia pada Januari-Desember tahun lalu mencapai Rp 205 triliun. Sedangkan pada periode yang sama tahun ini angkanya hanya sekitar Rp 50 triliun. “Intinya memang berkurang dana yang masuk atau ada dana yang keluar,” katanya. Meskipun bila dibanding negara lain, menurut dia, Indonesia jauh lebih baik.
Karena belum stabilnya kondisi perekonomian global itu, ucap Agus, Bank Indonesia belum berencana menurunkan suku bunga acuannya (BI Rate). “Tingkat bunga masih sama. Kami perhatikan belum stabilnya pasar keuangan global,” ujarnya.
DANANG FIRMANTO