TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan berencana menggabungkan semua proyek pengembangan transportasi kereta api perkotaan di Bandung Raya dengan proyek kereta api cepat Bandung-Jakarta. “Kita akan satukan, jadi transportasi Bandung Raya (yang digarap provinsi) dengan Kota Bandung akan menyesuaikan dengan kereta cepat ini. Dan nanti pembangunannya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan,” katanya Bandung, Rabu, 2 Desember 2015.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan, mengatakan pengembangan kereta api cepat Bandung-Jakarta oleh konsorsium BUMN juga menyiapkan pengembangan kereta api ringan atau LRT. “Kereta api cepat ini berakhir di Tegal Luar, berhenti di situ, penumpang mau dikemanakan? Rencananya akan ada LRT,” ucapnya.
Menurut Aher, menggabungkan rencana pengembangan transportasi kereta perkotaan Bandung Raya dengan proyek LRT lebih menguntungkan. “Teknologinya sama, jadi serba sama. Akan lebih mudah dibanding harus tender baru, teknologi baru, dan berbeda konsorsium,” ucapnya.
Aher mengatakan proyek pengembangan Monorel Bandung Raya yang masih digarap pemerintah provinsi, misalnya, akan mengikuti rencana konsorsium kereta cepat. “Boleh jadi monorel menjadi LRT, akan kita sesuaikan. Yang jelas, pembicaraannya akan didetailkan setelah running kereta cepat,” tuturnya.
Menurut Aher, pembangunan LRT Bandung Raya akan dibahas lebih rinci saat pembangunan kereta api cepat Bandung-Jakarta dimulai. “Saat di tengah pembangunan, mungkin nanti mulai di Purwakarta. Mudah-mudahan pembangunan LRT di Bandung juga sudah mulai jalan. Jadi, ketika selesai, LRT siap, sehingga menjadi satu-kesatuan,” katanya.
Komisaris PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) Sahala Lumban Gaol mengatakan rencana pengembangan LRT di Bandung sudah ditawarkan kepada China Development Bank. “Pada prinsipnya, pembiayaan untuk itu sudah kita ajukan ke sana,” katanya di Bandung, Rabu, 2 Desember 2015.
Sahala mengatakan pihak China bersedia membiayai feasibility study untuk menghitung kebutuhan pembiayaan membangun LRT di Bandung Raya. “Kita satu-satu, yang penting yang prinsip-prinsip dulu. Dari China Development Bank sudah ada keinginan membiayai. Nanti feasibility study jalan, nanti dievaluasi berapa pinjaman itu,” ujarnya.
Menurut Sahala, sudah ada taksiran awal dana yang dibutuhkan untuk membangun LRT di Bandung Raya. Tapi dia enggan merincinya. “Ada kalkulasinya, angka awal sekali. Nanti akan segera dihitung, akan dibuat feasibitliy study semua,” ujarnya.
Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Hanggoro Dwi Wiryawan juga menolak merinci taksiran dana awal pengembangan LRT di Bandung. “Kita masih studi, masih lama,” ucapnya.
Kereta api cepat Bandung-Jakarta akan menempuh jarak 150 kilometer dari kawasan Halim di Jakarta dan berakhir di Tegal Luar, Kabupaten Bandung. Tegal Luar, yang menjadi lokasi perhentian kereta api cepat itu, persis bersebelahan dengan kawasan Gedebage, hanya terpisah jalan tol Padalaran-Cileunyi. Kawasan yang akan dikembangkan di stasiun perhentian terakhir kereta api cepat itu memiliki luas 430 hektare.
Mayoritas rencana trase kereta cepat Bandung-Jakarta akan memanfaatkan lahan di pinggir jalan tol dari Tegal Luar menuju Padalarang, dilanjutkan ke Jatiluhur sebelum memotong ke Karawang. Dari Karawang, trasenya akan mengikuti lagi jalan tol lewat Bekasi hingga berakhir di kawasan Halim di Jakarta. Sebagian lintasannya akan dibangun elevated atau melayang, juga menembus terowongan. Sepanjang rute tersebut, kereta api cepat itu akan melewati sejumlah terowongan dengan panjang keseluruhan 20 kilometer, di antaranya di daerah Walini. Terowongan yang paling panjang berjarak 5 kilometer.
Kereta api cepat itu akan melintasi empat stasiun pemberhentian. Salah satu stasiun pemberhentian terbesar adalah di Kota Raya Walini. Kereta api cepat dengan teknologi dari Cina itu dirancang memiliki kecepatan maksimal 350 kilometer per jam. Tahap awal, kecepatannya akan dibatasi 200 kilometer per jam sehingga rute Jakarta-Bandung akan ditempuh selama 45 menit.
Taksiran biaya membangun kereta api cepat menembus US$5,5 miliar. PT KCIC menargetkan kereta cepat beroperasi pada 2019 dan tarifnya berkisar Rp 200 ribu. PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) merupakan perusahaan patungan antara PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dan China Railway International Co Ltd. PT Pilar Senegi BUMN Indonesia merupakan konsorsium empat BUMN, yakni PT Wika, PT Kereta Api Indonesia, PT Perkebunan Nusantara VIII, serta PT Jasa Marga, yang mendapat penugasan membangun kereta api cepat Bandung-Jakarta.
AHMAD FIKRI