TEMPO.CO, Surakarta - Pemerintah Surakarta dinyatakan dalam status siaga anggaran terhitung sejak 1 Desember 2015. Penetapan status ini menyusul masih sangat rendahnya serapan anggaran satu bulan jelang berakhirnya tahun 2015.
Penjabat Wali Kota Surakarta Budi Suharto mengatakan pihaknya menaikkan status anggaran pemerintah setelah sejak awal November lalu dinyatakan dalam status waspada. "Desember ini statusnya akan kami naikkan menjadi siaga," katanya 30 November 2015.
Pada level waspada bulan lalu, pemerintah Surakarta mengebut sejumlah kegiatan yang belum dimulai pelaksanaannya. Sedangkan di level siaga mereka akan membatalkan semua kegiatan yang belum dimulai pelaksanaannya. "Yang belum dimulai akan kami tinggal," katanya.
Budi menyebut pihaknya memilih fokus dalam kegiatan yang sedang berada di paruh jalan. "Perlu pengawasan lebih serius," katanya. Hal itu dilakukan untuk menjamin agar kegiatan yang telah berjalan bisa selesai pada akhir tahun.
Jika hingga akhir tahun ada kegiatan yang belum selesai, status akan dinaikkan ke level bencana anggaran. Artinya, birokrasi dianggap gagal dalam mengelola anggaran yang dimiliki.
Saat ini, ada sejumlah kegiatan yang terpaksa ditinggal dan tidak dilaksanakan. Salah satunya adalah pengadaan story line di sejumlah bangunan kuno yang ada di kota tersebut. Anggaran untuk kegiatan itu mencapai Rp 1,5 miliar.
Story line merupakan fasilitas untuk publik yang berisi keterangan mengenai sejarah bangunan-bangunan kuno. Fasilitas tersebut akan dipasang di bangunan kuno agar masyarakat bisa mempelajari sejarahnya. "Pengadaan ini termasuk yang kami coret di level siaga," katanya.
Banyaknya proyek yang belum terlaksana membuat serapan APBD hingga akhir November ini masih terhitung rendah. "Baru mencapai 64 persen," katanya. Dia menjamin serapan APBD akan dapat ditingkatkan selama Desember ini.
Kepala Bidang Perbendaharaan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Surakarta, Suyamto mengatakan bahwa serapan APBD secara riil sebenarnya sudah jauh di atas 64 persen. "Terlihat masih rendah lantaran kebiasaan rekanan yang mencairkan anggaran di akhir tahun," katanya.
Menurutnya, pemerintah sebenarnya telah memberi kesempatan kepada kontraktor dan rekanan untuk mencairkan anggaran secara bertahap. "Namun mereka justru memilih mengambilnya saat pekerjaan sudah selesai," katanya. Hal itu membuat serapan APBD terlihat masih sangat rendah.
AHMAD RAFIQ