TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Purwadi Soeprihanto mengaku sangsi negara memiliki kemampuan yang cukup dalam melakukan restorasi hutan dan lahan yang terbakar.
Ia khawatir rencana pemerintah membentuk badan restorasi untuk menangani kebakaran hutan dan lahan tidak efektif. Masalahnya, kata dia, ketika birokrasi yang bekerja pasti membutuhkan waktu yang lama. “April tahun depan elnino akan mulai lagi, kita ini dikejar waktu,” katanya saat berkunjung ke kantor Tempo, Kamis, 12 November 2015.
Rencana pemerintah membentuk badan restorasi untuk menangani kebakaran hutan dan lahan disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya. Ia mengatakan badan ini berbeda dengan yang akan dibuat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. “Yang Bappenas dan yang ini akan ada Peraturan Presidennya masing-masing,” kata dia di Kementerian Koordinator Perekonomian.
Selain lambatnya birokrasi, Purwadi juga khawatir badan tersebut membuka akses bagi orang-orang luar untuk memanfaatkan lahan restorasi sehingga berpotensi menimbulkan konfik. Pasalnya, kata dia, kebakaran yang terjadi berada di area konflik.
“Ketika tuntutan masyarakat akan kebutuhan lahan tidak direspon pemerintah, lalu ada konsesi kehutanan atau kebun aksesnya sudah dibuka, ada kemungkinan mereka masuk ke situ. Ini bahaya juga,” ujarnya.
Purwadi berpendapat, area-area tersebut direstorasi dengan skema kemitraan. Jadi ada alokasi-alokasi yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk kerja sama. Sehingga, masyarakat bisa merasakan keuntungan dan kebakaran tidak terulang lagi. “Ini skema yang sedang kami godog.”
Namun, jika memang harus dilaksanakan, ia mengatakan lebih baik badan tersebut digunakan untuk mengevaluasi perusahaan yang melakukan restorasi.
Konsepnya, perusahaan diminta merestorasi dengan biayanya sebagai tanggung jawabnya pada area yang terbakar walaupun belum tentu perusahaan tersebut yang membakarnya. Kemudian badan tadi mengevaluasi seberapa besar kemampuan perusahaan merestorasi dan komitmen perusahaan mencegah agar tidak terjadi kebakaran lagi.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia Rahardjo Benyamin mengatakan dalam melakukan restorasi harus ada satuan pengelolaan yang diberi wewenang. Harus jelas siapa yang mengelola organisasi dan pendanannya. “Ketika tidak ada pengelola, kami khawatirkan nanti lagi-lagi di open akses lagi. Jadi satu badan pengelola hutan gambut itu harus jelas,” kata dia.
Siti Nurbaya mengatakan rincian terkait dengan badan baru ini masih dalam pembahasan. Keberadaan lembaga ini nantinya bukan berarti semua restorasi lahan akan diserahkan ke pemerintah. Pemulihan yang dilakukan oleh perusahaan swasta akan tetap berjalan.
Ia mengatakan pembentukan lembaga ini adalah salah satu transformasi yang dilakukan pemerintah. “Jika transformasi ini berjalan lancar, maka kebakaran hutan besar tak akan terjadi lagi tahun depan,” ujar Siti.
MAYA AYU PUSPITASARI