TEMPO.CO, Banyuwangi – Kementerian Kelautan dan Perikanan membuat taman teknologi pembesaran ikan sidat di Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam taman tersebut, Kementerian Kelautan membesarkan 15 ribu bibit ikan sidat.
Kepala Pusat Penyuluhan dan Pemberdayaan Perikanan Kementerian Kelautan, Endang Suhaidy, mengatakan ikan sidat dipilih karena nilai ekonominya besar. Apalagi pasar internasional seperti Jepang terus kekurangan pasokan ikan bernama latin Anguila sp itu.
Banyuwangi, kata dia, menjadi percontohan karena kualitas airnya cukup baik sehingga cocok untuk membesarkan sidat. “Bibit sidat di muara sungai Banyuwangi cukup berlimpah,” kata Endang di Banyuwangi, Selasa, 10 November 2015.
Kolam teknologi tersebut, kata Endang, menjadi media belajar bagi warga yang ingin berwirausaha. Sebab sebelumnya warga lebih sering menjual benih sidat sehingga nilai ekonominya berkurang. Selain itu, penjualan benih sidat akan mengancam populasinya dan menguntungkan negara lain.
Dalam taman teknologi tersebut, Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan membuat 24 kolam pembesaran berukuran 2 x 4 meter. Kepala Balai, I Wayan Suarya, mengatakan membeli bibit-bibit sidat dari warga untuk dibesarkan di kolam taman teknologi.
Pembesaran perlu dilakukan karena sidat mencapai nilai ekonomi saat berusia 14 bulan. “Akan tetapi masih banyak warga yang buta teknologi untuk membesarkan sidat,” kata dia.
Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan Banyuwangi membesarkan sidat dengan teknologi raceway. Menurut instruktur budidaya sidat, Dian Tugu, raceway merupakan metode air berputar yang diterapkan pada kolam-kolam pembesaran sidat.
Air yang berputar selama 24 jam tersebut disaring dengan campuran arang dan ijuk untuk menjaga kualitasnya. “Arang berfungsi mengikat bakteri,” kata Dian.
Teknologi raceway, kata Dian, bisa dibuat sendiri oleh petani. Balai telah mencoba teknologi itu selama 2014 dengan menebar seribu bibit sidat. Hasilnya, tingkat keberhasilan hingga 90 persen sidat hidup hingga usia 14 bulan.
Secara umum, ujar Dian, pembesaran sidat cukup mudah dengan tingkat kematian kecil. Sebab sidat memiliki kelebihan tahan penyakit dan tahan dalam kondisi air buruk. Daya tahan itu didukung karena siklus sidat yang hidup dalam dua perairan sekaligus, yakni di air tawar dan laut. Saat dewasa, kata dia, sidat hidup di air tawar.
Namun saat berpijah, sidat akan berenang ke laut yang memiliki tekanan tinggi dan kedalaman hingga satu kilometer. “Sidat berpijah menjelang musim hujan, karena dia butuh banyak nitrogen untuk mematangkan sel telurnya,” katanya.
Masa berpijah yang harus di lautan itulah, kata Dian, menyebabkan sidat belum bisa dibudidayakan. Sehingga harga sidat pun paling mahal di antara jenis ikan lainnya.
IKA NINGTYAS