TEMPO.CO, Jakarta - Membaiknya sejumlah indikator perekonomian belakangan ini diperkirakan makin membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan bunga acuan (BI Rate) yang saat ini berada di level 7,5 persen. Selain neraca pembayaran, transaksi berjalan, serta defisit neraca berjalan membaik, kemungkinan suku bunga diturunkan kian terbuka karena deflasi dan kurs rupiah yang menguat.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Halim Alamsyah berpendapat, penurunan suku bunga Bank Indonesia terbuka cukup lebar. “Kita memiliki penurunan suku bunga karena inflasi yang turun terus,” ujarnya di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 5 November 2015. Sebab, selama dua bulan terakhir inflasi berada di rentang angka -0,05 dan -0,08 persen.
Selain itu, meskipun pertumbuhan kredit masih belum pasti, bekas Deputi Gubernur BI tersebut yakin peluang penurunan suku bunga akan semakin besar jika merujuk pada situasi ekonomi global teranyar. Layaknya situasi di Indonesia, Halim yakin situasi ekonomi global juga berbenah.
Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Gerindra Wilgo Zainar sepakat. Tren inflasi yang rendah dan kurs rupiah yang menguat di kisaran 13 ribuan per dolar AS belakangan ini telah menunjukkan kondisi moneter relatif stabil. “Jika bunga turun, sektor riil akan semakin bergairah dan minat investor melonjak,” katanya ketika dihubungi.
Namun, Halim dan Wilgo setuju bank sentral memiliki penilaian sendiri sebagai otoritas negara, terutama menyikapi faktor eksternal, seperti dari kondisi perekonomian Cina dan Amerika Serikat.
ADITYA BUDIMAN | FAIZ NASHRILLAH | ANDI IBNU