TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meluncurkan buku Neraca Gas Bumi Indonesia 2015-2030 dan Rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Nasional Tahun 2015-2030 di Kuta, Bali, Senin malam, 2 November 2015.
Buku Neraca Gas Bumi Indonesia berisi informasi suplai dan permintaan gas bumi untuk seluruh sektor gas di Indonesia, baik secara nasional maupun regional.
Buku tersebut merupakan pemutakhiran buku sebelumnya dengan pertimbangan interkonektivitas wilayah gas bumi.
Sedangkan buku Rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Nasional 2015-2030 merupakan revisi buku Rencana Induk Jaringan Transmisi dan Distribusi Nasional.
"Diharapkan, dua buku ini dapat memberikan manfaat bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat Indonesia untuk ketahanan dan kemandirian energi nasional," kata Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja.
Wiratmaja menjelaskan, kebijakan gas bumi nasional pada masa depan akan lebih diprioritaskan untuk kebutuhan domestik.
"Kalau tidak terserap (di dalam negeri), baru diekspor. Kalau tidak ada penemuan ladang gas baru, akan dilihat berapa yang bisa diserap domestik. Kalau ada sisa, baru diekspor," ucapnya.
Ia berujar, terhadap kontrak kerja sama yang sudah habis tapi masih ada cadangan gasnya, kontrak jual-beli gas untuk ekspor tidak akan diperpanjang karena produksinya diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
"Kontrak jual-beli gas untuk ekspornya tidak diperpanjang, tapi bukan kontraktor kontrak kerja samanya," tuturnya.
Dalam buku Neraca Gas Bumi Indonesia 2015-2030, kata Wiratmaja, diproyeksikan mulai 2019 Indonesia akan mengimpor 1.777 juta kaki kubik per hari gas (mmscfd) dan terus meningkat hingga mencapai 3.267 mmscfd pada 2030.
Perkiraan meningkatnya kebutuhan gas tersebut berdasarkan perhitungan dengan mengikuti pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi lain, ekspor gas bumi diperkirakan menurun seiring meningkatnya kebutuhan domestik dan turunnya produksi gas.
Tahun ini tercatat ekspor gas bumi mencapai 2.700 mmscfd dan diprediksi terus menurun sampai dengan 560 mmscfd pada 2030.
"Makanya kita harus cepat bangun infrastruktur gas dari sekarang. Niatnya, pada 2019 sudah banyak infrastruktur gas. Agar saat nanti mulai mengimpor gas, kita sudah punya infrastruktur untuk menyimpan. Kalau tidak, bisa-bisa kita balik lagi ke bahan bakar minyak (BBM)," ucapnya.
ANTARA