TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengatakan kinerja emiten-emiten kelapa sawit yang listing (mencatatkan sahamnya) di bursa terganggu karena kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. "Salah satunya Sinar Mas. Tapi, menurut saya pribadi, mereka tidak salah juga," katanya di Bursa Efek Indonesia, Selasa, 27 Oktober 2015.
Menurut Tito, perusahaan-perusahaan ini tidak bersalah karena ada undang-undang yang mengizinkan untuk membakar lahan seluas 2 hektare. "Sekaligus kalau seratus desa semua bakar bisa langsung 200 hektare," ujarnya. Selain itu, sebagai pabrik kertas, Tito tidak melihat Sinar Mas mau membakar hutan. "Mereka akan kena dampak kalau kayunya dibakar. Sebab, dia butuh kayunya untuk kertas."
Sebelumnya, beberapa perusahaan yang terkait dengan Grup Sinar Mas terjerat tuduhan pembakaran lahan dan hutan di beberapa wilayah, seperti Jambi dan Sumatera Selatan. Dua di antaranya PT Wirakarya Sakti di Jambi dan PT Bumi Mekar Hijau di Palembang. Badan Reserse Kriminal Kepolisian telah menyelidiki Bumi Mekar Hijau. Perusahaan ini juga digugat perdata oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Adapun izin membakar lahan tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 10 Tahun 2010 tentang Mekanisme Pencegahan Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup Berkaitan dengan Kebakaran Hutan/Lahan. Peraturan ini dibuat untuk mengefektifkan upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan.
Izin itu jelas ditulis dalam Pasal 4:
Ayat 1: Masyarakat hukum adat yang melakukan pembakaran lahan dengan luas lahan maksimum 2 (dua) hektare per kepala keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal wajib memberitahukan kepada kepala desa.
Ayat 2: Kepala desa menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup kabupaten/kota.
Namun izin pembakaran lahan tersebut tidak diperbolehkan pada kondisi curah hujan di bawah normal, kemarau panjang, dan iklim kering (ayat 3).
Di tingkat pusat, izin diberikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 69 ayat 2 menyebutkan bahwa membuka lahan dengan cara membakar diperbolehkan dengan memperhatikan kearifan lokal
MAYA AYU PUSPITASARI