TEMPO.CO, Surabaya – Penerbitan obligasi daerah oleh pemerintah daerah dinilai mendapat dorongan dari berbagai pihak, termasuk Otoritas Jasa Keuangan. Namun Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai hal itu belum diperlukan, meskipun obligasi daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan di tengah lesunya perekonomian.
“Ya kami mendorong, tapi untuk apa mengeluarkan obligasi daerah ketika uangmu masih banyak,” katanya kepada Tempo di sela acara Serah Terima dan Uji Kapal Patroli Cepat di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jumat, 23 Oktober 2015. Uang yang ia maksud adalah dana pemerintah daerah yang masih mengendap di perbankan nasional.
Bambang menegaskan, obligasi daerah baru akan didorong apabila terdapat kebutuhan yang mendesak. Sementara itu ia menyebutkan, dana daerah yang berada di perbankan nasional per bulan September itu mencapai Rp 290 triliun.
“Kalau separuh itu saja dibelanjakan, itu sudah memberikan dampak pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Yang kami harapkan, pemda menggunakan dana yang sudah dia miliki. Dia nggak perlu cari uang lagi, uangnya sudah ada,” tuturnya.
Untuk itu, pemerintah daerah diminta segera menggunakan dana daerah dalam bentuk program-program yang dapat menahan laju perlambatan perekonomian. “Tinggal dia mau pakai atau enggak, terutama dipakai untuk keperluan masyarakat. Gunakan uang yang sudah ada di tangan mereka, di rekening bank mereka.”
Di samping itu, Bambang mengingatkan soal risiko penerbitan obligasi daerah dibandingkan dengan optimalisasi penggunaan dana daerah. Penggunaan dana daerah, kata dia, relatif cepat dan tak mengandung risiko. “Kalau obligasi butuh proses, ada risiko. Jadi pakai dulu uang yang sudah ada, yang ditahan.”
Berdasarkan Data Ditjen Perimbangan Keuangan, dana pemerintah daerah yang mengendap di bank hingga akhir September 2015 mencapai Rp 291,5 triliun. Angka tersebut lebih besar dibanding bulan Agustus yang sebesar Rp 261,9 triliun dan pada Juli yang sebesar Rp 261,4 triliun.
ARTIKA RACHMI FARMITA