TEMPO.CO , Jakarta: Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan kebijakan pengupahan dengan sistem formula baru merupakan salah satu bentuk kehadiran negara dalam meningkatan kesejahteraan buruh serta masyarakat yang belum bekerja. "Intinya negara hadir secara komprehensif, bukan hanya soal upah tapi juga kebijakan lain", kata Hanif dalam keterangan tertulis, Jumat 16 Oktober 2015.
Ada tiga bentuk kehadiran negara dalam masalah pengupahan dan peningkatan kesejahteraan buruh. Pertama, ujar Hanif, negara hadir dalam bentuk pemberian jaring pengaman melalui kebijakan upah minimum dengan sistem formula.
Kehadiran negara dalam hal ini memastikan pekerja tidak jatuh ke dalam upah murah. Menururt Hanif dengan kebijakan ini dipastikan upah buruh naik setiap tahun dengan besaran kenaikan yang terukur.
Kedua, pengurangan beban pengeluaran hidup melalui kebijakan-kebijakan sosial seperti pendidikan, jaminan sosial (BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan). Perumahan buruh, transportasi buruh dan transportasi massal, hingga kredit usaha rakyat (KUR) yang bisa dimanfaatkan oleh buruh dan korban pemutusan hubungan kerja.
Kebijakan ini, jelas Hanif, memastikan perlindungan negara terhadap kebutuhan dasar buruh dan masyarakat pada umumnya. "Dengan kebijakan ini pengeluaran hidup buruh bisa ditekan. Penting dicatat bahwa kesejahteraan pekerja tidak tergantung semata pada besaran upah yg diterima, melainkan juga fasilitas sosial negara yang membantu mengurangi pengeluaran hidup mereka," ujarnya.
Ketiga, pembinaan dan pengawasan terhadap berlangsungnya dialog sosial bipartit antara pengusaha dan buruh di perusahaan. Dialog sosial bipartit, merupakan kunci utama kesejahteraan buruh. Termasuk terkait dengan penerapan struktur dan skala upah di mana upah diperhitungkan dengan mempertimbangkan masa kerja, jabatan atau golongan, pendidikan, kompetensi, dan prestasi atau produktivitas.
Dalam konteks ini, pekerja bertanggung jawab meningkatkan kapasitas individual maupun kelembagaan serikat pekerja arau serikat buruh dalam perundingan bipartit. "Demikian pula, pengusaha bertanggung jawab untuk membuka ruang dialog (termasuk tidak melakukan union busting) agar forum bipartit berjalan intensif dan optimal," ujar Hanif.
DEVY ERNIS