TEMPO.CO, Jakarta - Setelah mengalami depresiasi yang cukup dalam di bulan September, rupiah rebound menguat tajam beberapa hari terakhir. Bank Indonesia mencatat hingga saat ini rupiah telah menguat 9,3 persen (point to point) atau berada pada level Rp 13.288 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung mengatakan penguatan rupiah secara umum didukung oleh adanya sentimen positif dari penundaan kenaikan tingkat suku bunga bank sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate). “Pasar memperkirakan kemungkinan dinaikkan baru Maret 2016 nanti,” kata Juda saat ditemui di Kompleks Gedung Bank Indonesia, Kamis 15 Oktober 2015.
Dari sisi domestik, menurut Juda, membaiknya prospek perekonomian nasional akibat paket kebijakan dan stabilisasi rupiah juga mendorong masuknya aliran dana valas ke dalam negeri. Posisi nilai tukar rupiah pun mulai kembali mengarah stabil. "Ini mengindikasikan pasar merespon langkah yang diambil pemerintah dalam paket kebijakan jilid I-III."
Juda menambahkan kondisi rupiah memang sangat undervalued, akibatnya akselerasi penguatan yang terjadi sangat cepat. “Karena dia melakukan penyesuaian dengan nilai tukar yang undervalued tadi menuju ke arah fundamentalnya,” katanya.
Penguatan nilai rupiah kata Juda membuat pemegang dolar atau eksportir mulai melepas dolarnya kembali. Ini membuat suplai dolar di dalam negeri kembali seimbang. “Inilah yang menyebabkan pasar saham membaik, IHSG membaik dan nilai tukar membaik,” tutur Juda.
Menurut Juda, bank sentral akan terus mendorong penguatan rupiah dengan mengelola kebijakan moneter yang berhati-hati. "Ini agar penguatan rupiah bersifat fundamental, bukan hanya sementara."
GHOIDA RAHMAH